Giving

235

DALAM hal memberi (giving), siapakah lebih hebat Bill Clinton atau Abdul Sukur?

Maaf, saya tidak bermaksud mengejek atau merendahkan
mantan presiden AS itu karena membandingkannya dengan Pak Dul, tukang
becak di Surabaya.

Inspirasi membandingkan mereka datang setelah menyimak berita Pak Dul di Metro TV, pekan lalu. Padahal, tak ada inspirasi jatuh dari langit. Jejaknya dapat dicari dalam realitas.

Dari bawah sadar rupanya mencuat, pemicu perbandingan itu tak lain tak bukan Bill Clinton melalui bukunya, Giving. Seperti judulnya, buku itu pun pemberian seorang teman. Di buku 293 + xii halaman, versi Indonesia terbit 2010, Clinton berbagi pengalaman.

“Buku ini saya tulis untuk mendorong kita semua
memberikan apa pun yang dapat kita berikan karena setiap orang dapat
memberikan sesuatu.”

Semua kita tahu sesuatu itu antara lain uang. Contoh paling kolosal, menurut Clinton, ialah Yayasan Bill dan Melinda Gates. Keluarga Gates memberikan US$35 miliar kepada yayasan itu untuk menangani berbagai masalah.

Clinton tak bisa melupakan apa yang diucapkan Bill
Gates di sebuah konferensi dermawan yang disponsori Hillary dan Clinton
di Gedung Putih pada 2000.

“Barangkali memberikan uang yang sekarang kita miliki terasa lebih sulit daripada ketika kita mencarinya,” kata Gates.

Clinton menelepon Warren Buffet, orang terkaya kedua di AS. Ia bertanya mengapa Warren memberikan sebagian hartanya sebesar US$30 miliar kepada Yayasan Bill dan Melinda Gates.

Jawab Warren, “Saya percaya Bill dan Melinda dapat memanfaatkan uang saya dengan lebih baik daripada saya sendiri.”

Tentu saja sedikit orang sekaya Gates dan Warren yang memberi uang puluhan miliar dolar AS alias ratusan triliun rupiah. Akan tetapi, menurut Clinton, siapa pun dapat memberi
sesuatu entah waktu, barang, keterampilan, memberi yang melahirkan
pemberian.

Kembali ke pertanyaan awal, siapakah lebih hebat Bill Clinton atau Abdul Sukur?

Seraya mengayuh becaknya membawa penumpang, Pak Dul memperhatikan dan mengingat jalan berlubang yang dilewatinya. Seusai mencari nafkah, di tengah malam, becaknya berganti penumpang. Bukan orang, melainkan bongkahan aspal bekas dan bebatuan.

Ia mengayuh becaknya menuju lubang yang telah ditandai dalam ingatannya. Ia menutup lubang itu agar tidak ada orang celaka. Perbuatannya diejek sesama tukang becak. Abdul Sukur bergeming, 10 tahun ia melakukannya. Siapakah lebih hebat Pak Dul atau Clinton? Sebaiknya Clinton menjawabnya. Katanya, setelah masa jabatannya di Gedung Putih berakhir, ia wajib memberi.

Mengapa?

Dunia politik yang telah menyita usianya sebenarnya ialah urusan ‘memperoleh’, yaitu dukungan, sumbangan, suara.

“Namun, untuk orang yang sudah terjun di dunia
politik begitu lama seperti saya kurang bijaksana jika tidak berpikir
bahwa Anda harus memberi lebih banyak lagi untuk menyeimbangkan neraca.”

Karena itu, di sisa umurnya, Clinton memberikan waktu, uang, dan keterampilannya untuk usaha yang dapat menciptakan perubahan.

Abdul Sukur juga membuat perubahan. Jalan berlubang menjadi tertutup.

Clinton memberi untuk menyeimbangkan neraca. Sebaliknya, Pak Dul tak kenal neraca, bahkan menolak dibuatkan neraca. Ia menolak pemberian uang. Ia memilih memberi daripada memperoleh.

Abdul Sukur kiranya tak pernah membaca buku Clinton tentang memberi. Pak Dul ialah buku Giving itu sendiri. Buku kehidupan.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.