Syarat Baru Caleg

250

KPU hari ini beragenda melakukan uji publik Rancangan Peraturan KPU tentang Pencalonan Anggota Legislatif bersama 15 partai peserta pemilu. Sepanjang yang muncul di ruang publik, ada tambahan syarat yang baru untuk menjadi caleg dalam rancangan peraturan KPU itu, yang bertujuan mulia, yaitu turut mencegah korupsi.

Pertama, caleg tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Kedua, caleg wajib melaporkan kekayaannya kepada KPK. Keinginan KPU membuat persyaratan baru itu kiranya pertanda betapa KPU prihatin, begitu banyak wakil rakyat yang dijadikan tersangka oleh KPK.

Karena itu, KPU bermaksud memperketat syarat menjadi caleg. Undang-undang tidak mensyaratkan caleg melaporkan harta kekayaannya. Dalam hal pencalonan, ketentuan itu hanya diberlakukan untuk peserta pilkada. KPU kini berkeinginan agar laporan kekayaan menjadi salah satu syarat untuk menjadi caleg.

Saya pikir itu syarat yang bagus. Caleg pemula, misalnya, dengan sendirinya sejak dini diingatkan perihal harta kekayaannya sebelum menjadi pejabat publik dan hartanya kelak setelah menjadi penyelenggara negara.

KPK dapat membacanya, tidakkah terjadi pertambahan harta yang tidak wajar? Namun, saya skeptis DPR menerima persyaratan yang baru itu. Alasannya legal formal, caleg melaporkan harta tidak termaktub dalam undang-undang.

Ketika dikonsultasikan dengan DPR, persyaratan itu kiranya cenderung ditolak DPR. KPU ingin lebih progresif dalam memandang terpidana. Caleg tidak pernah terpidana. Keinginan itu jelas lebih hebat daripada undang-undang yang mematok hukuman lima tahun.

Telah muncul suara yang tidak setuju dengan langkah progresif KPU itu. Ada yang mempertanyakan, tidakkah terpidana dilarang menjadi caleg bertentangan dengan hak konstitusional warga? Keberatan lain, tidakkah KPU terlalu jauh masuk ke ranah kewenangan parpol dalam hal pencalegan? Itu urusan parpol.

Bahwa ada parpol yang mencalonkan terhukum di bawah lima tahun, biarlah hal itu menjadi tanggung jawab partai yang bersangkutan kepada rakyat pemilih.
Sebetulnya dan senyatanya bukan hanya wakil rakyat yang banyak korupsi, tetapi juga banyak kepala daerah yang tertangkap oleh KPK.

Seakan dua penyelenggara negara itu merupakan sasaran tetap KPK. Karena itu, wajarlah bila KPU selaku penyelenggara pemilu berupaya menjadikan faktor pencegahan korupsi sebagai syarat menjadi calon pejabat publik yang dipilih rakyat.

Sejujurnya harus dikatakan selintas sepertinya terjadi kerusakan dalam kita berdemokrasi. Penyelenggaraan pileg atau pilkada yang katanya jurdil (jujur dan adil) ternyata berkecenderungan memproduksi para koruptor.

Kenapa? Jawabnya klise yang kian ganas. Jual beli suara dalam kaitan patron-klien kian menjadi-jadi. Suka atau tidak suka, dinamika pemilu dengan politik uang senyatanya bukan mereda, malah kian parah. Karena itu, upaya pencegahan korupsi yang dilakukan KPU mestinya mendapat dukungan penuh.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.