Guru Cabul

252

JUDUL itu tidak bermaksud mendiskreditkan guru.

Judul itu lebih merupakan ekspresi kekhawatiran bahwa kita sepertinya lengah perihal hadirnya guru cabul.

Guru cabul itu ada di sekolah rumah (homeschooling), dosen di suatu perguruan tinggi yang tergolong pusat kecerdasan (center of excellence), bahkan yang sangat memprihatinkan, guru ngaji.

Selintas, yang dicabuli agaknya anak yang berumur 6-16 tahun.

Pencabulan kiranya ditengarai dilakukan guru yang mengidap disorientasi seksual (mencabuli sesama jenis kelamin) atau pedofilia (mencabuli anak-anak).

Mencabuli sesama jenis kelamin, misalnya, dilakukan seorang dosen.

Bukan sembarang dosen, tapi dosen di universitas tersohor di Surabaya, dengan kinerja akademik yang baik.

Sang dosen telah berkarier 20 tahun lebih, berkedudukan di jabatan struktural selaku wakil dekan III fakultas kedokteran gigi.

Ia mencabuli anak berumur 16 tahun.
Bukan di kampus, percabulan dilakukannya di tempat sauna.

Karena yang dicabuli sesama lelaki, sang dosen dinilai mengidap disorientasi seksual.

Bukan pedofilia sebagaimana sempat diberitakan.

Apa pun nama penyimpangannya, di mana pun dilakukannya, ia tetaplah dosen cabul.

Yang perlu ‘diperiksa’ lebih jauh ialah apa yang dilakukannya pada anak didiknya, gadis 13 tahun, di sekolah rumah.

Perbuatan cabul itu direkam dalam video yang tersimpan dalam Whatsapp.

Sang guru membahasakannya, “Dilakukan tanpa paksaan. Direkam juga tanpa paksaan, lalu direkam sebagai koleksi.”

Perbuatan cabul itu dilakukan di perumahan di kawasan Tangerang Selatan, di saat rumah kosong.

Anak didik ditengarai diperdayai dengan diiming-imingi permen. Apakah sang guru pedofilia? Entahlah.

Polsek Ciputat sedang menangani kasus itu. Kita tidak tahu apa ‘isi’ permen itu.

Apakah permen beneran, narkoba, ataukah zat perangsang.

Akan tetapi, apa pun isinya, merekam dan mengoleksi perbuatan cabul orang lain jelas bukan kelakuan guru, apalagi merekam dan mengoleksi perbuatan cabul sendiri.

Betapa mengerikan terhadap anak dan cucu bahwa yang berkelakuan tidak normal itu seorang guru.

Sebaliknya, apakah normal kelakuan orangtua membiarkan guru yang pria dan anak yang perempuan berinteraksi dalam proses ajar-mengajar di rumah yang kosong?

Pertanyaan itu memuat keprihatinan yang mendalam.

Bukankah norma yang ditegakkan orangtua itu perkara yang mulia, bahwa guru makhluk yang dipercaya dan ditiru?
Digugu dan ditiru?

Bukankah seseorang yang dipercaya dan ditiru tidak perlu diawasi? Jawabnya, merupakan kesalahan besar orangtua yang percaya anak perempuannya berduaan dengan sang guru di rumah yang kosong. Guru juga manusia biasa yang bisa tergoda setan.

Sebagai wartawan saya belum pernah menginterviu setan, karena itu tidak tahu persis, seberapa hebat kesukaan setan menggoda guru, khususnya dalam perkara seks.

Faktanya, guru mencabuli murid bukan hanya terjadi di dunia pendidikan keduniawian, tetapi juga di dunia pendidikan kerohanian.

Pengadilan Jakarta Timur memvonis seorang guru ngaji yang mencabuli muridnya yang berumur 6 tahun dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

Keputusannya belum berkekuatan hukum tetap, sebab sang guru mengajukan banding dengan alasan bukan dia pelakunya.

Semua ini merupakan guru cabul yang tertangkap atau divonis dalam dua bulan ini (April-Mei 2017).

Berapa banyak guru cabul di negeri ini? Tidak ada yang tahu, sampai kemudian ketahuan, setelah terlambat.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.