Memilih dengan Kehormatan

306

DIHITUNG mundur tinggal 12 hari lagi rakyat datang ke TPS memilih wakilnya di lembaga legislatif dan memilih presidennya untuk lima tahun mendatang. Sebelum tiba hari pemilihan itu, dalam hal pilpres, sepertinya atmosfer Republik ini diwarnai perseteruan yang tajam bahwa yang di sini ialah kawan, sedangkan yang di sana ialah lawan.

Yang di sini dan di sana itu seperti bukan di negeri sendiri. Bukan sesama anak bangsa. Terdengar suara-suara permusuhan, antara lain kalau capresnya kalah, akan terjadi people power.

Suara macam itu suara orang frustrasi. Suara orang yang tidak percaya pada demokrasi berlandaskan konstitusi. Orang yang percaya parlemen jalanan.

Pokok frustrasi yang terdalam menimpa diri orang macam itu karena menutup mata akan kenyataan bahwa Indonesia sekarang ini baik di bawah pimpinan Jokowi-JK. Negara ini baik karena memang diurus dan dipimpin dengan arah yang jelas mau ke mana negara ini dibawa. Sekadar bukti kosakata negara ‘autopilot’ hilang dari ruang publik.

Saya bahkan lebih lanjut percaya Indonesia baik di bawah Jokowi-JK itu akan berubah menjadi Indonesia hebat di bawah pimpinan Jokowi-Amin. Pandangan itu perlu terus terang saya sampaikan karena memilih merupakan sebuah kehormatan. Bukan paksaan, bukan bayaran, bukan pula karena dicekoki kebohongan.

Saya pun perlu berterus terang bahwa pikiran dari ‘baik’ menjadi ‘hebat’ (good to great) bukan temuan saya, melainkan orisinal temuan Jim C Collins. Izinkan saya menerjemahkannya untuk organisasi yang bernama negara.

Agar negara ini melompat dari baik menjadi hebat diperlukan pemimpin tingkat 5, yaitu pemimpin yang rendah hati. Pemimpin yang mampu membebaskan dirinya dari berbagai bentuk dan isi kesombongan.

Itulah pemimpin yang bekerja juga dengan hatinya, didorong untuk memberi yang terbaik bagi negara. Bukan yang terbaik untuk dirinya, untuk anak cucunya.

Yang juga diperlukan untuk negara ini dari baik menjadi hebat ialah pemimpin yang gagah menghadapi kenyataan buruk. Negara tidak dapat diubah dari baik menjadi hebat bila kita hanya siap menghadapi yang indah-indah. Padahal, itu hanya asal bapak senang.

Lainnya ialah kultur disiplin. Tidak ada negara dapat berubah dari baik menjadi hebat bila disiplinnya angin-anginan. Disiplin harus menjadi darah daging di negara ini.

Faktor lain tentu hanya negara yang berkemampuan menggunakan teknologi maju yang dapat mempercepat pertumbuhan dan melompat dari negara baik menjadi negara hebat. Apa pun alasannya, negara ini bakal menjadi negara gagal bila dipimpin orang yang punya pikiran untuk menggunakan teknologi kuno.

Saya tidak percaya debat publik berpengaruh signifikan terhadap keterpilihan. Akan tetapi, seribu kali KPU menyelenggarakan debat pilpres, seribu kali itu pula terbaca Indonesia baik bakal menjadi Indonesia hebat bila Jokowi yang terpilih kembali.

Menggunakan hak pilih merupakan keniscayaan bagi warga negara yang berkeyakinan bahwa dirinya harus turut serta menentukan jalannya negara. Untuk itu datanglah ke TPS dengan riang gembira, dengan kepala tegak.

Pakailah hak pilih dengan kehormatan, dengan martabat, dengan dignity. Bukan paksaan, bukan bayaran, bukan pula karena dicekoki hoaks. Pilihlah pasangan capres-cawapres yang bakal membawa Indonesia baik menjadi Indonesia hebat.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.