Menahan Keinginan

371

KABINET Jokowi jilid 1 sekarang ini tinggal 78 hari. Kabinet memasuki masa demisioner, yakni masa menteri menahan ‘keinginan’ untuk mengambil keputusan strategis.

Menahan ‘keinginan’ bukan perkara mudah di masa akhir jabatan. Justru yang cenderung terjadi perkara sebaliknya, mumpung ‘masih’ berkuasa.

Aji mumpung berkuasa bisa mencapai puncaknya dalam masa demisioner. Orang malah lebih tergoda untuk memaksimalkan kekuasaannya dalam waktu pendek yang tersisa untuk sebesar-besarnya ‘keinginan’.

Dalam masa demisioner ini menteri yang kiranya dapat dinilai tidak mampu menahan keinginannya ialah Menteri BUMN Rini Soemarno. Dia tidak peduli dengan arahan Presiden Jokowi yang melarang para menteri mengambil keputusan strategis.

Larangan menteri mengambil keputusan strategis itu disampaikan Presiden Jokowi dalam sidang kabinet awal Agustus, Senin (5/8). Larangan itu berlaku hingga Oktober 2019. Hemat saya, tepatnya hingga 19 Oktober 2019, sehari sebelum Presiden terpilih dilantik.

Akan tetapi, belum lagi ludah Presiden Jokowi kering, Menteri Rini Soemarno berani melanggar larangan Presiden. Melalui rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) yang diselenggarakan pekan lalu, Kamis (29/8), pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas melalui Menteri BUMN seenaknya mengangkat Suprajarto sebagai Direktur Utama Bank Tabungan Negara.

Seenaknya, karena Suprajarto tidak pernah diajak bicara. Seenaknya,  karena Menteri Rini tidak menaruh hormat pada profesionalisme dan jam terbang seorang bankir.

Suprajarto ialah direktur utama BRI yang pada 2018 mencetak laba bersih Rp32,52 triliun. Pada Juni 2019, laba bersih BRI mencapai Rp16,3 triliun, atau naik 12,01% jika dibandingkan dengan laba bersih Rp14,55 triliun pada Juni 2018.

Sebagai perbandingan, laba bersih BTN Rp1,3 tri­liun pada semester 1 2019. Laba bersih itu turun 8,4% jika dibandingkan dengan laba bersih Rp1,42 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan BTN baru diselenggarakan pada 17 Mei 2019. Apa keadaan yang memaksa sehingga belum 4 bulan harus dilakukan rapat umum pemegang saham luar biasa? Inilah rapat ‘luar biasa’ yang ‘amat luar biasa’ karena diselenggarakan di masa kabinet demisioner, di masa Presiden Jokowi melarang menteri mengambil keputusan strategis. Ada apa Menteri Rini kok seenaknya?

Suprajarto menolak pengangkatan dirinya sebagai dirut BTN hanya dalam tempo sekitar 3 jam setelah RUPSLB BTN. Dia mengambil langkah berani yang dipujikan banyak kalangan dari industri keuangan. Sebaliknya, Menteri Rini dikecam.

Rapat umum pemegang saham luar biasa setelah Presiden melarang menteri mengambil keputusan strategis juga dilakukan Menteri Rini di BNI, Jumat (30/8). Terjadi perombakan susunan direksi dan komisioner, tetapi posisi direktur utama tetap diduduki Achmad Baiquni yang ditengarai tidak akan tergantikan sepanjang Rini menjabat Menteri BUMN.

Publik patut menggugat keputusan seenaknya Menteri Rini yang memperlakukan bank milik negara seperti bukan badan usaha strategis. Bahkan, dia memperlakukannya bagai miliknya sendiri. Sebaliknya, komunitas industri keuangan mengapresiasi Suprajarto sebagai bankir  profesional yang berani bersikap.

Kepada menteri lainnya kita serukan agar menaati larangan Presiden untuk tidak mengambil keputusan strategis di masa kabinet demisioner. Tahanlah ‘keinginan’ demi tegaknya fatsoen (decency) dalam kekuasaan sebagai pembantu presiden.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.