Kabinet Harus Satu Suara

321

 

JUDUL itu dipetik dari pernyataan tegas Presiden Jokowi tatkala memimpin rapat terbatas mengenai impor sampah dan limbah plastik ke Indonesia di Istana Bogor, Selasa (27/8).

Penegasan Presiden itu perkara mendasar yang kiranya perlu dicamkan kembali para menteri. Satunya suara kabinet mencerminkan soliditas dan taat asas.

Tiap menteri dalam domainnya masing-masing tentu punya titik berdiri masing-masing. Dari titik berdiri masing-masing itu tampaklah ‘pemandangan’ berbeda-beda.

Akan tetapi, rapat kabinet bukan perjalanan wisata tiap turis boleh punya pandangan berbeda sekalipun yang dilihat pemandangan yang sama. Turis boleh selfie, menteri tidak boleh ‘selfie’ dengan kewenangannya demi kepentingan titik berdiri kementeriannya.

Contoh, impor sampah demi industri kiranya pemandangan ‘indah’ di mata menteri perindustrian, sebaliknya kiranya pemandangan ‘busuk’ di mata menteri lingkungan hidup. Bolehkah kabinet dua suara? Tidak. Harus satu suara, kata Presiden. Siapakah yang dimenangkan?

Jawaban harus lebih dulu dikembalikan kepada prinsip dasar. Kita bukan sedang mengelola barang bernama sampah impor, kita sedang berurusan dengan lingkungan tempat manusia hidup. Kita bukan sedang berurusan dengan hidup manusia ‘hari ini’ saja, tapi hidup ‘hari depan’ manusia.

Menteri perindustrian mewakili mereka yang fokus utamanya barang dan jasa. Menteri lingkungan hidup mewakili mereka, kaum environmentalist yang fokus utamanya kebersihan lingkungan, bukan barang dan jasa. Hampir mustahil mempertemukan keduanya dalam damai.

Kata Prof Lester C Thurow, mantan dekan Sloan School of Management MIT, pecinta lingkungan hidup tidak khawatir dengan indahnya ekonomi bebas. Tapi, bagi mereka lingkungan hijau (green environment) lebih berharga, lebih bernilai daripada uang hijau (green money).

Kabinet berhadapan dengan besarnya tingkat pemahaman bersama dan besarnya rasa saling hormat. Kabinet berhadapan pula dengan dua kewenangan besar, yakni kewenangan moral dan kewenangan formal. Bagaimana Presiden menyelesaikannya?

Presidenlah yang punya puncak dua kewenangan itu sekaligus. Persoalan ialah tergantung perkaranya, apakah Presiden berani memilih dari dua puncak kewenangan itu untuk mengambil titik berdiri tertentu demi terciptanya kabinet satu suara? Dalam bahasa yang padat, Presiden memberikan keteladanan dengan menentukan arah ke mana negara mau dibawa.

Ke mana negara mau dibawa, apakah pro-uang hijau atau lingkungan hijau, bukan hanya perlu berpikir besar, melainkan juga menunjukkan karakter pribadi besar. Hemat saya itulah yang terjadi tatkala Presiden Jokowi tegas bilang kabinet harus satu suara.

Dengan begitu, dalam kabinet, Presiden mengambil keputusan yang mengilhami, yakni dia membangun besarnya pemahaman bersama dan tingginya rasa saling hormat atas satu suara yang diputuskan kabinet.

Kabinet sekarang umurnya kurang lebih tinggal 2 bulan. Harapan kita jadilah menteri yang ‘berarti’, di atas itu jadilah anak bangsa yang ‘berarti’.

Presiden sekarang ialah juga presiden terpilih yang masih akan memimpin kabinet 5 tahun 2 bulan. Akan ada menteri-menteri wajah baru. Di masa akhir kabinet ini kiranya bagus Presiden memberi contoh kejelasan peran menteri sebagai ‘pedoman’ untuk yang baru.

Dalam pro dan kontra yang tinggi perihal isu kepublikan, kabinet harus satu suara. Untuk itu, kali ini kewenangan moral menang atas kewenangan formal bahwa Indonesia bukan tong sampah.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.