Hakikat Kebaikan Manusia

293

SEPERTINYA kita perlu menyelami kembali hakikat kebaikan manusia. Di antaranya ialah membuat orang lain menjadi lebih baik.

Orang yang membuat orang lain menjadi lebih baik boleh dicandrakan dirinya sendiri orang baik dan ingin menjadi lebih baik lagi. Sampai di mana? Rasanya tidak ada batasnya. Di atas langit masih ada langit.

Kita sekarang sedang menunggu hasil kebaikan manusia Indonesia secara nasional dalam berbangsa dan bernegara. Kebaikan itu ialah menggunakan haknya di dalam pemilu presiden. Dalam perkara ini ada dua macam kebaikan yang perlu ditegakkan.

Yang pertama orang baik percaya bahwa yang terbaik yang menang. Orang datang ke TPS dengan keyakinan bahwa dia tahu siapa yang terbaik yang bakal dicoblosnya.

Yang kedua juga percaya kepada yang sebaliknya, yaitu yang terpilih dengan suara terbanyak yang terbaik. Orang-orang baik dengan pilihannya itu lebih banyak daripada orang-orang baik lainnya dengan pilihannya.

Itulah moral politik demokrasi. Sangat menghormati suara terbanyak dan sangat percaya bahwa suara rakyat ialah suara Tuhan, Yang Mahabaik.

Demikianlah setelah pemilu serentak, terutama pilpres selesai kiranya kita sebagai anak bangsa memuliakan hakikat kebaikan manusia dan meninggalkan hakikat keburukan manusia.

Tidak ada manusia yang sempurna. Yang dunia perlu tahu ialah bahwa anak bangsa Indonesia yang tidak sempurna itu berkemampuan memenangkan hakikat kebaikan manusia daripada hakikat keburukan manusia.

Sesungguhnya tidak seorang pun akan berkata bahwa kerusuhan bernilai bagi suatu masyarakat. Kenyataannya hal itu harus dipertimbangkan sebagai kepentingan yang dapat terjadi di masyarakat mana pun.

Karena itu, relevan mengajukan pertanyaan, bagaimanakah caranya kita dapat memenangkan hakikat kebaikan manusia itu? Pemerintah, dalam hal ini kementerian yang mengoordinasikan politik, hukum, dan keamanan yang dipimpin Wiranto, berkeputusan memenangkan hakikat kebaikan manusia itu dengan cara membentuk tim hukum nasional, “Yang akan mengkaji ucapan, tindakan, dan pemikiran tokoh-tokoh tertentu, siapa pun dia, yang nyata-nyata melanggar dan melawan hukum.”

Wiranto juga menyebut tujuan tim itu untuk mencegah upaya pendelegitimasian penyelenggaraan pemilu, yang merupakan perbuatan melanggar dan melawan hukum.

Dalam perkara itu pemerintah tidak mau menggunakan kekuasaannya untuk mendefinisikan sendiri siapa yang berupaya melakukan pendelegitimasian itu. Kira-kira, itulah tugas tim yang terdiri atas orang-orang terpelajar dan terhormat di bidang hukum itu, yakni membantu pemerintah dengan pandangan yang bebas kepentingan.

Salah satu yang aneh di ruang publik dalam konteks pilpres ialah selalu muncul penilaian bahwa apa pun yang dilakukan pemerintah dinilai buruk. Gagasan memindahkan ibu kota negara dinilai sebagai upaya mengalihkan perhatian publik dari penghitungan suara. Pembentukan tim hukum nasional dinilai sebagai kurang kerjaan.

Apakah saya boleh menilai upaya pendelegitimasian pilpres sebagai kurang kerjaan? Sepertinya kita memang perlu menyelami kembali hakikat kebaikan manusia demi kebaikan bangsa dan negara.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.