MRT bagi Rakyat

310

TRANSPORTASI publik ialah urusan kebutuhan saat ini. Ketika orang membutuhkan transportasi publik, pada dasarnya orang membutuhkannya sekarang juga. Itulah sebabnya orang mudah jengkel bila transportasi publik buruk.

Akan tetapi, yang namanya ‘saat ini’, ‘sekarang juga’, dalam tempo paling lama 24 jam berubah menjadi ‘kemarin’. Karena itu, transportasi publik haruslah berorientasi ke ‘masa depan’ yang mampu memberi jawaban atas kebutuhan publik ‘saat ini’, di masa depan yang jauh, bahkan teramat jauh.

Dalam perspektif itu sebetulnya semua pilihan kebijakan mengenai kendaraan pribadi untuk mengatasi kemacetan Jakarta, apakah itu three in one atau ganjil-genap, hanyalah simtomatologi, baik saat ini terlebih di masa depan. Untuk menghadapi kebijakan yang pertama orang membayar caddy sehingga terpenuhi three in one, sedangkan untuk menghadapi kebijakan yang kedua orang yang punya dua mobil atau lebih mengganti pelat nomor mobilnya sehingga punya nomor ganjil dan genap.

Dari sudut transportasi, sudah lama Jakarta bukan lagi sebuah kota, bahkan bukan lagi metropolitan, melainkan sebuah megapolitan yang disesaki pekerja ulang-alik dari kawasan hinterland (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Penduduk Jakarta memang ‘hanya’ 10 juta, tetapi penduduk ‘pinggirannya’ total 17 juta. Yang tidur di Jakarta cuma 10 juta, tetapi yang melek di hari kerja mungkin 12 juta. Seorang di antara yang ulang-alik itu ialah saya, yang melek di Jakarta, tapi tidur di Bekasi.

Itulah sebabnya kereta api/KRL commuter line Jabodetabek penuh sesak pada jam pergi dan pulang kerja. Penuh sesak, tetapi inilah transportasi publik yang memberi tujuh kemaslahatan sekaligus, yaitu (1) mengurangi polusi udara, (2) mengurangi penggunaan BBM, (3) mengurangi kemacetan, (4) menghemat ongkos secara signifikan, (5) menaikkan mobilitas (tidak repot cari parkir), (6) menghemat waktu, dan tidak kalah penting (7) membuat orang punya kebiasaan hidup sehat. Bukankah untuk keluar-masuk stasiun orang mesti berjalan kaki?

Sebetulnya eksperimen kebijakan transportasi publik yang dilakukan Singapura lebih dari cukup untuk menjadi contoh. Penambahan bus umum secara bermakna yang disertai dengan kebijakan fiskal terhadap kendaraan pribadi, yaitu berupa pajak yang tinggi atas pemilikan mobil serta harus membayar melewati jalan-jalan tertentu dan pada jam-jam tertentu, ternyata tidak cukup untuk mengatasi kemacetan. Akhirnya mereka sampai pada keputusan berjangka jauh ke depan, bahwa semua kebijakan yang bagus itu harus pula disertai dengan kebijakan baru yang sangat mahal investasinya, yaitu membangun kereta api cepat bawah tanah.

Itulah sebabnya sekarang publik menyambut gembira, di Jakarta yang macet, bulan depan bakal beroperasi kereta api mass rapid transit (MRT) tahap satu yang membawa penumpang pulang pergi Stasiun Lebak Bulus-Bundaran HI. Dengan kecepatan rata-rata 40-60 km/jam, perjalanan sepanjang 16 km itu akan ditempuh 30 menit.

Pada 12 Maret 2019 masyarakat dapat mencoba dan merasakan naik kereta MRT itu. Caranya lebih dahulu mendaftar melalui situs MRT.

Bayangkanlah kita akan mengalami sebuah sensasi baru. Di antara 13 stasiun yang dilewati, ada 6 stasiun bawah tanah dan 7 stasiun layang.

Kita pun bakal menikmati sensasi lainnya, yaitu perjalanan tepat waktu. Setiap 10 menit ada jadwal keberangkatan dan khusus di jam sibuk setiap 5 menit.

Satu rangkaian kereta yang terdiri atas 6 gerbong mampu mengangkut 1.900 penumpang. Itu berarti dalam jarak 16 km mengurangi kepadatan lalu lintas setara 600 lebih mobil pribadi dalam aturan three in one.

Yang belum diketahui publik berapa ongkos MRT itu. Namun, jangan khawatir tarifnya akan terintegrasi dengan moda transportasi lainnya seperti trans-Jakarta.

Demikianlah secara bertahap negara di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi menunjukkan tanggung jawabnya dalam hal infrastruktur, yaitu dalam konteks tulisan ini menyediakan kemudahan dan kenyamanan transportasi publik bagi rakyatnya. Orang dapat menikmati MRT di Jakarta, bahkan di pantai utara orang telah lebih dulu menikmati pemandangan senja melalui jalan tol Jakarta-Surabaya.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.