Badan Pelaku Korupsi (BPK)

231

BPK sebaiknya dicandrakan sebagai badan pelaku korupsi, bukan lagi Badan Pemeriksa Keuangan, seperti termaktub dalam konstitusi.

Pelesetan itu lebih pantas disematkan di dada BPK setelah auditor mereka tertangkap basah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Bila auditor BPK korupsi, bisa disogok, bisa dibeli, dan sok suci bersih, siapa lagi yang patut dipercaya sebagai auditor pemeriksa keuangan negara?

Pertanyaan itu sangat menghunjam kedudukan hukum.

Jaksa Agung, misalnya, mendasarkan ada tidaknya kerugian negara berkat temuan BPK. Itulah temuan yang selama ini dipandang secara jujur dan benar.

Sekarang publik harus meragukan temuan BPK karena ternyata mereka juga badan pelaku korupsi.

Tentu ada yang protes, meragukan kredibilitas dan kebersihan semua auditor BPK–sekali lagi semua–merupakan generalisasi yang tidak benar.

Alasan yang lazim terdengar, tidak semua auditor BPK nyolongan.

Pertanyaannya, siapakah auditor yang bersih, berintegritas itu? Lakukanlah pembuktian terbalik.

Pertama, ambillah inisiatif untuk melaporkan semua kekayaan kepada KPK. Tunjukkan asal usul kekayaanmu.

Kedua, ambillah inisiatif untuk menyatakannya secara tertutup kepada KPK bila pernah menolak adanya upaya penyelenggara institusi yang mencoba menyuap dirinya agar memberikan hasil pemeriksaan predikat WTP kepada institusi tersebut.

Faktanya, institusi itu tidak patut mendapat predikat WTP. Namun, nyatanya, itulah yang terjadi.

Secara tertutup kepada KPK agar di satu pihak auditor yang jujur, berintegritas itu leluasa melaporkan kepada KPK semua kebobrokan yang diketahuinya terjadi di BPK.

Di lain pihak, KPK pun dapat melakukan operasi senyap untuk membongkar semua kebusukan auditor BPK.

Bila tidak ada auditor BPK yang berani berinisiatif melakukan dua perkara tersebut, sepatutnyalah diterima generalisasi semua auditor BPK berengsek.

Bahwa BPK pun sarang penyamun.
Bahwa yang terjadi bukan lagi nila setitik, melainkan memang nilanya sebelanga.
Tak ada lagi susu di situ.

Terus terang saya menjadi syak wasangka terhadap apa pun predikat hasil pemeriksaan auditor yang tertangkap basah itu.

Bukan hanya terhadap hasil pemeriksaan berpredikat WTP, melainkan juga bila ada penilaian terburuk bahwa ada kerugian negara.

Hasil pemeriksaan auditor yang tertangkap basah itu seyogianya diperiksa ulang.
Jika WTP diberikan gara-gara disogok, maaf, sebaliknya, tidakkah penilaian adanya kerugian negara itu dilakukan gara-gara tidak disuap?

BPK jelas perlu diaudit. Auditornya perlu diaudit.

Apakah mereka masih layak menyandang predikat auditor, atau malah sesungguhnya koruptor itu sendiri?

Untuk sementara waktu, sebaiknya BPK ‘istirahat’ dulu dari tugas negara dalam mengaudit keuangan negara.

Bersih-bersih dulu di dalam tubuh sendiri sebelum meneruskan kepercayaan konstitusi untuk memeriksa dan memberikan penilaian ihwal kebersihan diri pihak lain.

Semua itu diekspresikan karena kekecewaan yang superberat kepada BPK, tetapi tidak elok untuk mengatakan bagaimana kalau selama BPK ‘diistirahatkan’, negara menyewa auditor swasta tepercaya untuk memeriksa keuangan negara.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.