Aroma Pilpres

280

SENYATANYA, aroma pilpres telah tecium semerbak, sekalipun ada yang merasa masih kepagian.

Sesungguhnya, dua tahun bukan waktu yang jauh di depan sana.

Jokowi sudah pasti dicalonkan kembali oleh Partai NasDem.

Ketua umum Surya Paloh, terang benderang berkali-kali, dalam berbagai kesempatan, mencanangkan hal itu.

Surya Paloh membahasakannya, kegagalan Presiden Jokowi ialah kegagalan NasDem.

Keberhasilan Jokowi, keberhasilan NasDem.

“NasDem berada di sentral kebijakan pemerintahan Jokowi,” ujarnya, kala membuka Rakorsus Partai NasDem di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, kemarin.

Sejauh ini partai pendukung Jokowi pun bertambah.

Partai Golkar yang semula berseberangan dalam Pilpres 2014 telah berpindah haluan dan bakal mengusung Jokowi.

Buktinya, Kantor Golkar di berbagai penjuru terang-terangan memajang gambar Jokowi, dalam ukuran besar.

Turut dalam kekuasaan merupakan DNA Golkar.

Itu genetis.

Partai itu tidak ‘terlatih’ dan tidak ‘betah’ menjadi oposisi.

Menjadi penonton partai lain berkuasa membuat Golkar antara ‘sakit gigi’ dan ‘sakit perut’.

Kesehatannya terpelihara bila berkuasa.
Di kawasan Sanur, Bali, PDIP diberitakan tengah menyusun strategi pemenangan pemilu.

Karena Pileg dan Pilpres 2019 diselenggarakan serentak, kiranya juga menjadi keniscayaan bagi PDIP, selain mempersiapkan strategi pemenangan pileg, juga pemenangan pilpres.

Pertanyaannya, siapakah yang menjadi pesaing Jokowi?

Jawaban yang telah tampak ialah Ketum Gerindra Prabowo Subianto.

Apakah Prabowo serius mempertimbangkan hal itu?

Demikian pertanyaan koran The Sydney Morning Herald dalam wawancara khusus dengan Prabowo setelah Pilkada Jakarta yang diterbitkan pada Senin, 8 Mei 2017.

Apa jawab Prabowo? “I think so, yeah.”

Prabowo menyebut Donald Trump menjadi Presiden AS dalam usia 70.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada umur 71.

Prabowo lahir 17 Oktober 1951.

Itu berarti pada Pemilu 2019, ia baru menjelang 68.

Lebih muda daripada Trump maupun Duterte, sekalipun jelas lebih tua hampir 10 tahun 4 bulan daripada Jokowi yang lahir 21 Juni 1961.

Prabowo bilang ia menjaga opsinya menjadi presiden tetap terbuka.

Politik seni kemungkinan.

Dalam usia 66 nanti, katanya, ia tidak merasa tua.

“I’m still capable of fighting.”

Persaingan Pilpres 2019 ditengarai tidak linear, apalagi sama persis dengan kompetisi Pilpres 2014, sekalipun Prabowo kembali dicalonkan.

Faktor keserentakan pileg dan pilpres, berpengaruh.

Sampai hari ini belum ada kepastian perihal syarat ambang batas partai dapat mengusung calon presiden, karena undang-undangnya masih dalam pembahasan.

Bilapun dipertahankan 20% kursi di DPR, yaitu menggunakan perolehan Pemilu 2014, kemungkinan hal itu dibawa ke Mahkamah Konstitusi.

Hasilnya? Suka-suka MK, termasuk memutuskan 0%.

Bila yang terakhir itu yang terjadi, ramailah orang yang bernafsu menjadi capres, sekalipun sesungguhnya tidak memiliki basis dukungan riil di tingkat warga.

Yang patut dan perlu dipertimbangkan, Partai Demokrat bergairah membangun koalisinya sendiri. SBY menyemarakkan Pilpres 2019 dengan mengusung nama ‘lain’ bersaing dengan Jokowi dan Prabowo.

Sejujurnya harus dikatakan, belum tiga tahun menjadi Presiden RI, Jokowi telah menunjukkan dirinya pemimpin yang kuat (strong leader) dan berhasil. Daftar keberhasilannya panjang.

Seorang rekan memposting 47 bukti kesuksesan Jokowi.

Di antaranya, Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta yang cantik, yang bisa mengangkut 25 juta penumpang per tahun.

Contoh lain, setelah 71 tahun merdeka, baru di era Jokowi, SPBU dibangun di Kabupaten Puncak Jaya, Papua.

Harga premium yang semula Rp50 ribu, anjlok drastis menjadi Rp6.500 per liter.

Keberhasilan yang belum dicantumkan ialah yang paling mutakhir.

Standard and Poor’s (S&P) menaikkan peringkat Indonesia dari BB+ menjadi BBB-, dan berprospek stabil.

Dengan kenaikan itu, Indonesia masuk kelompok investment grade, peringkat tertinggi pertama yang diberikan S&P kepada Indonesia.

Yang penting disebut sikap tegas Jokowi.
Presiden tidak ragu menggebuk organisasi yang jelas-jelas keluar dari konstitusi.

Gebuk? “Ya, gebuk. Masa jewer. Nanti dibilang ragu-ragu,” kata Jokowi.

Hemat saya, Pak Harto yang dipilih MPR saja berani menggebuk, apalagi Jokowi yang dipilih langsung oleh rakyat.

“Sejak saya dilantik, pegangan saya ialah konstitusi,” tegas Jokowi.

Aroma pilpres telah tercium semerbak.
Tapi, dinamika itu tidak dibarengi dengan ketangkasan pembuat undang-undang.

Basah mandi sekalian, terlanjur lelet, buatlah undang-undang pemilu yang umurnya panjang sekalian, terpakai sedikitnya lima pemilu (25 tahun).

Malulah, sudah lelet output-nya, pendek pula usianya.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.