Arogansi tanpa Gaya

279

AKHIRNYA, semua rumor mengenai Luis van Gaal, Jose Mourinho, dan Manchester United terbukti benar. Van Gaal dipecat, Mourinho menggantikannya. Rumor itu menjadi fakta aktual dalam tempo sesingkat- singkatnya, yaitu kurang dari 24 jam setelah MU meraih Piala FA. Pemecatan itu pun ‘tertunda’ karena mempertimbangkan perdagangan saham yang tutup di akhir pekan.

Pemilik MU mengapresiasi keberhasilan Van Gaal meraih Piala FA setelah 12 tahun, tapi tidak memberi toleransi setahun lagi kepadanya karena gagal membawa MU ke Liga Champions. MU berada di peringkat ke-5 Liga Primer (Inggris), turun dari peringkat ke-4 tahun lalu. Namun, hemat saya, bukan itu alasan paling utama Van Gaal dipecat. MU di tangan Van Gaal tampil membosankan dan nyaris mandul. Klub berwatak menyerang dan asyik ditonton di bawah kepemimpinan Ferguson itu tidak hanya kehilangan produktivitas menjebol gawang lawan, tetapi juga kehilangan style. Membosankan! Tak kalah menjemukan menyaksikan Van Gaal cuma duduk memegang buku catatan selama pertandingan berlangsung. Manajer model itu bukan pemandangan yang mengasyikkan seperti manajer klub lainnya yang penuh ekspresi di pinggir lapangan memacu semangat pemain.

Van Gaal bak patung duduk berdasi-berjas, yang juga membuat asistennya, Ryan Giggs, terpenjara di kursinya. Padahal, Giggs tipe ekspresif di tepi lapangan. Van Gaal juga seorang diktator dengan selera suka atau tidak suka yang sangat kental. Ia membuang begitu saja Victor Valdes Arribas, mantan kiper utama Barcelona yang meraih juara berkali-kali. Tanpa perasaan ia meminjamkan Valdes turun kelas ke Royal Standard de Liege (Liga Belgia).

Tak hanya itu. Ia melepas Robin van Persie, bahkan ia tidak tahu bagaimana mendayagunakan pemain sehebat Angel Di Maria. Ia jelas kalah bijak jika dibandingkan dengan Laurent Blanc, manajer Paris Saint-Germain, yang mampu mengoptimalkan kecanggihan Di Maria. Bermain 28 pertandingan di PSG, Di Maria mencetak 10 gol dan 18 assist. Van Gaal juga dinilai pemimpin kaku. Ia tidak membangun kehangatan dengan pemain di ruang ganti. Namun, kenapa Mourinho, manajer pragmatis, yang dipilih sebagai pengganti? Persaingan di Liga Primer dipastikan kian keras musim depan dengan kehadiran Pep Guardiola (Manchester City), Juergen Klopp (Liverpool), Antonio Conte (Chelsea), Claudio Ranieri yang mengejutkan membawa Leicester City juara Liga Primer.

Persaingan bahkan bertambah seru jika benar Manuel Pellegrini bergabung dengan Everton. Selain Klopp, siapakah yang berpengalaman menumbangkan Guardiola kalau bukan Mourinho yang pernah memimpin Real Madrid? MU bakal bertambah garang karena Mourinho membawa amunisi baru, yaitu Zlatan Ibrahimovic yang sangat berhasrat dan bergairah menumbangkan Guardiola yang tidak memberinya posisi terbaik sebagai penyerang tengah ketika bergabung dengan Barcelona. Guardiola lebih menganakemaskan Messi. Hal itu melukai Ibra.

Van Gaal seorang yang arogan. Namun, saya tidak pernah mengira ia benar-benar akan mengakhiri kariernya karena dipecat. Tentu ia masih akan dikenang di MU mempersembahkan Piala FA.Yang patut dicatat, di mana pun ia menjadi manajer, justru dengan arogansinya ia selalu berhasil mengorbitkan pemain muda hasil tempaan akademi klub. Jesse Lingard dan Marcus Rashford, kiranya legacy Van Gaal yang hidup di Old Trafford. Dunia memang bulat, tapi bulatnya bola di Liga Primer sangat kejam terhadap para manajer kawakan sekalipun.

 

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.