Jokowi dan Keindonesiaan

301

SUATU hari, dalam suasana gembira, Presiden Jokowi ‘menguji’ seorang ibu asal Semarang untuk menyebutkan tujuh saja dari 34 provinsi di Indonesia, tetapi yang di luar Jawa, kata Presiden. Tiga provinsi benar.

Yang keempat Lombok. “Lombok itu pulau,” kata Presiden. “Madura,” jawab si ibu. “Mana ada Provinsi Madura,” ujar Presiden.

Hadirin tertawa.

Suatu hari yang lain, Presiden Jokowi meminta seorang anak sekolah untuk menyebutkan tiga nama menteri.

Yang disebut pertama kali Megawati.

Presiden Kelima RI itu turun pangkat menjadi menteri.

Lalu Ahok, kemudian Prabowo. Semuanya ngawur.

Hadirin tertawa, Presiden pun tergelak.
Suatu hari yang lain lagi, Presiden Jokowi menguji seorang anak sekolah untuk menyebut nama-nama ikan.

Kurang lebih, maksud hati menyebut ikan tongkol, lidahnya ‘terpeleset’.

Gerrr. Hadirin tertawa.

Sebagai hadiah, Jokowi memberinya sepeda. ‘Kisah’ itu kemudian menjadi viral yang paling menghibur di media sosial.
Dalam lawatannya ke Australia, Minggu (26/2), Presiden Jokowi bertemu warga Indonesia di Darling Harbour Theatre, Sydney.

Kata Presiden, kalau ke daerah, ia biasanya memberi kuis berhadiah sepeda.
Tak dinyana, tiba-tiba ada yang menyebut ‘ikan tongkol’. Tawa pun pecah.

Seorang pemuda Indonesia yang bermukim di Sydney diuji menyebutkan tujuh suku.

Ia berhasil. “Saya kirim sepeda nanti,” kata Jokowi. Tawa pun kembali pecah. Ono-ono wae, Presiden kirim sepeda dari Jakarta ke Sydney.

Apa sebetulnya yang sedang dilakukan Presiden Ketujuh RI itu?

Sangat tidak masuk akal, Presiden Jokowi yang pemerintahannya bermoto ‘Kerja, kerja, kerja’ membuang-buang waktu, memberi kuis berhadiah sepeda.

Apa makna kepublikan semua itu? Presiden Jokowi, dengan caranya yang khas, kiranya sedang ‘memotret’ keindonesiaan.

Hasilnya, kendati kita sudah merdeka 72 tahun, Sumpah Pemuda dicetuskan 89 tahun lalu, dari segi pengetahuan dasar, yang namanya keindonesiaan masih belum beres.

Buktinya, bagi orang dewasa, menyebutkan dengan benar nama-nama provinsi ialah perkara yang sulit. Itu sama sulitnya menyebut nama-nama menteri dan nama-nama ikan bagi anak sekolah.

Bila pengetahuan dasar keindonesiaan saja belum rampung, terlebih lagi perkara yang mendalam, yaitu tertanam dan dihayatinya Bhinneka Tunggal Ika.

Ikatan yang sangat kuat sesama anak bangsa yang berbeda tapi satu.

Cinta tanah air, bela NKRI, bukan perkara yang jatuh dari langit.

Di satu sisi, orang berpandangan bahwa ikatan yang sangat kuat itu dapat dibentuk melalui pendidikan.

Padahal, di sisi lain, Presiden menemukan fakta, pendidikan nasional sepertinya gagal memberi pengetahuan dasar keindonesiaan.

Kuis keindonesiaan berhadiah sepeda itu dilakukan Jokowi dalam empat lima bulan terakhir ini. Hiruk pikuk mengenai Ahok berkaitan dengan pilkada Jakarta, yang berpotensi memecah belah bangsa yang majemuk ini, kayaknya yang mendorong Presiden Jokowi untuk ‘mengecek’ pengetahuan dasar keindonesiaan.

Suatu hari, Presiden Jokowi bertanya kepada seorang anak sekolah, berapa 4×2? Anak itu tak bisa menjawabnya.

Presiden ‘menurunkan’ tingkat kesulitan soal, berapa 2×2? Dijawab: 4. Sekarang, berapa 4×2? Anak itu tetap tak dapat menjawabnya.

Tanpa banyak berteori, tak berwacana tinggi-tinggi, Presiden Jokowi menunjukkan kenyataan bahwa kita punya dua pekerjaan besar, yaitu keindonesiaan anak bangsa dan kecerdasan anak bangsa.

Dua pekerjaan besar yang tidak dapat diselesaikan dalam tempo pendek, terlebih bila energi bangsa dihabiskan untuk gontok-gontokan.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.