Penjara Kosong
ADAKAH negara yang penjaranya kian sepi, kosong, bahkan tutup? Ada, yaitu Belanda.
Sebaliknya, adakah negara yang penjaranya penuh, padat, bahkan kekurangan penjara?
Jawabnya, banyak.
Contoh paling ‘top’ ialah AS.
Sejak 2004, kriminalitas turun ajek di Belanda.
Dalam sembilan tahun, pada 2013, sebanyak 19 penjara tutup karena negara itu tidak punya cukup terhukum untuk mengisinya.
Akhir musim panas ini, berdasarkan dokumen internal yang diperoleh koran De Telegraaf, lima penjara lagi bakal ditutup.
Belanda berpenduduk 17 juta.
Fakta fantastis yang sangat sulit dipercaya, dari jumlah itu, hanya 11.600 penghuni penjara atau 69 per 100.000 penduduk.
Sebuah pertanda negara itu sangat aman.Untuk menjaga agar penjara tetap berpenghuni, September lalu, Belanda bahkan menerima ekspor 240 narapidana dari Norwegia.
AS kebalikannya. Pada akhir 2011, menurut World Prison Population List, AS memiliki 2,24 juta narapidana, terbanyak di dunia, yaitu 22% dari 10,2 juta total narapidana di kolong langit.
Jumlah itu mencapai 4,4% penduduk dunia. Hillary Clinton, ketika berbicara di Columbia University (29/4/2015), memprihatinkan membengkaknya penghuni bui di AS, yang katanya mencapai sekitar 25% narapidana dunia, hampir 5% penduduk dunia (The Washington Post, 30/4/2015)
Perbandingan lain, lebih separuh negara dan teritorium di dunia, tingkat narapidana di bawah 150 per 100.000 penduduk.
AS mencapai 716 per 100.000 penduduk, sekitar 6 kali Kanada dan lebih 13 kali Belanda.
Apa sebetulnya yang dilakukan Belanda?
Pertama, daripada terhukum dikurung di balik jeruji besi, menghabiskan usia dan uang negara, lebih elok memberi mereka kesempatan berkontribusi untuk masyarakat, seperti kembali bekerja.
Tidakkah mereka melarikan diri?
Di pergelangan kaki terhukum dipasang alat monitor elektronik sehingga lokasi dan pergerakannya terpantau tersentral.
Alat itu juga dapat ‘mengendus’ zat kimia, alkohol, dan narkoba. Dalam versinya yang sederhana, alat itu berguna untuk manula penderita alzheimer sehingga keluarga tak perlu khawatir orangtua tersesat atau hilang tak jelas rimbanya.
Studi pada 2008 menujukkan penggunaan sistem monitor elektronik di pergelangan kaki itu berhasil mengurangi tingkat residivis hingga separuh.
Faktor kedua, perbedaan perlakuan terhadap narkoba.
Belanda lebih fokus pada rehabilitasi. Sebaliknya, AS memberat pada penghukuman.
Dalam perkara narkoba, Belanda penganut rezim hukum lebih rileks, AS penganut hukum garis keras.
Hasilnya negara yang satu menutup penjara, negara yang lain kekurangan penjara.
Penutupan penjara di Belanda menyebabkan sekitar 2.000 orang kehilangan pekerjaan.
Hanya 700 orang yang diperkirakan bakal dipekerjakan kembali dalam sistem penegakan hukum Belanda, yang dalam masa transisi akibat turunnya kriminalitas secara ajek, belum pula diketahui entah menjadi apa.
Ongkos memelihara penjara yang jarang penghuni itu terlalu mahal bagi sebuah negara kecil seperti Belanda.
Karena itu, mereka menerima ekspor narapidana dari negara lain untuk meringankan pembiayaan.
Saya tidak ragu mengatakan bila penjara dijadikan ukuran, Belanda negara sukses, AS negara gagal.
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.