Pencari Bakat

358

TERUS terang, saya tak kuasa menahan diri untuk tidak menulis di balik keberhasilan Leicester City mengukir sejarah menjadi juara Liga Primer (Inggris). Saya terganggu keyakinan bahwa tidak ada prestasi fantastis diraih dalam semalam. Pasti ada kunci utama yang tidak terlihat. Manajer Claudio Ranieri, asal Italia, jelas membawa atmosfer berbeda. Jika berhasil membuat clean sheet, gawang tidak kebobolan, para pemain ditraktir makan piza. Itu terjadi. Belum pernah ada manajer klub di Inggris ‘seramah’ itu kepada para pemain. Akan tetapi, pasti bukan karena piza, the Foxes menjadi juara.

Apakah karena faktor pemilik klub? Vice Chairman Leicester City, Aiyawatt Srivaddhanaprabha, asal Thailand, mentraktir fans club minum bir dalam rangka merayakan ulang tahun pemilik klub. Semua itu ‘suasana’ unik. Tidak ada pemilik klub lain melakukannya. Akan tetapi, pasti pula bukan bir itu yang bikin the Foxes, yang musim lalu berjuang agar tidak terdegradasi, musim ini mengagetkan planet dengan menjadi juara Liga Primer.

Rahasia utama, Leicester City punya Steve Walsh, kepala bagian pencari bakat yang sangat jeli, tajam endusannya. Suatu hari (2012), Aiyawatt Srivaddhanaprabha bertanya, “Jika saya punya uang hanya 1 juta pound sterling untuk transfer musim depan, siapa yang akan dibeli?” Dijawab, Vardy. Sebuah keputusan yang tidak masuk akal fan karena Jamie Vardy, pemain nonliga (klub Fleet Town), tidak pula muda usia. Akan tetapi, vice chairman percaya akan ketajaman Steve Walsh. Terbukti, keputusan benar. Vardy, 29, menjadi salah seorang pencetak gol terbanyak musim ini.

Steve Walsh, 62, terutama tertarik mengendus pemain Liga-2 Prancis. Di matanya, Prancis berkemampuan menghasilkan bibit-bibit pemain cemerlang dengan harga di bawah standar Liga Primer. Hasilnya ialah N’Golo Kante dan Riyad Mahrez, dua pemain yang kini melambung namanya. Legenda Arsenal Thierry Henry menyarankan Arsene Wenger membeli Kante, pemain tengah yang kombinasi tekel dan intersepsinya sangat efektif. Mahrez menjadi pemain terbaik Liga Primer musim ini, yang menurut Fabregas, layak bergabung dengan Barcelona.

Steve Walsh telah malang melintang dalam mencari dan menemukan bakal pemain hebat. Ia membantu Chelsea selama 16 tahun, membawa Gianfranco Zola dan Tore Andre Flo, serta Didier Drogba dan Michael Essien di era kepemimpinan Mourinho. Dalam dua musim di Leicester City, ia merekomendasikan 32 pemain, termasuk Leonardo Ulloa, dari klub Brighton (Inggris), dengan nilai 8 juta pound sterling. Steve Walsh fokus mencermati pemain incarannya yang telah 35 kali diturunkan pelatih dalam semusim. Pemain hasil pantauannya dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama, bernilai A, yaitu pemain yang akan direkrut, ditandatangani.

Kedua, pemain bernilai B, harus terus dipantau perkembangannya. Ketiga, bernilai C, tidak layak dipertimbangkan. Pemain yang hanya tiga kali bertanding dalam semusim, betapa pun hebat potensinya, dilupakan saja. Persoalan yang dihadapi Claudio Ranieri, cepat atau lambat, sulit mempertahankan pemain biasa yang telah menjadi bintang. Akan tetapi, hemat saya, hal itu tidak terlalu mengkhawatirkan, sepanjang Steve Walsh, pencari bakat bri lian yang langka di dunia, masih bersama klub. Walsh dapat mencari pemain baru, mutiara terpendam, yang lebih hebat lagi.

 

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.