Menimbang Pilihan

286

MASA kampanye telah berakhir. Sekarang masa tenang. Tinggal dua hari lagi orang mencoblos di TPS.

Di masa tenang, orang dapat dengan tenang menimbang siapakah yang layak menjadi wakil rakyat dan siapakah pula yang layak dipercaya menjadi presiden untuk memimpin negeri ini lima tahun ke depan.

Menimbang ialah memikirkan baik-baik untuk menentukan baik buruknya. Tidak hanya memikirkan, tapi juga merasakan baik-baik untuk menentukan baik buruknya.

Dalam tenang kiranya orang bertemu dengan dirinya. Dalam khusyuk itulah orang yang jujur dapat merasakan Indonesia yang baik sekarang ini, lalu melepaskan imajinasinya membayangkan Indonesia di masa depan yang hebat.

Dengan produk kebatinan macam itu dipastikan orang tidak akan golput. Orang tidak akan tergoda ‘wani piro’, terbeli suaranya. Orang pun tidak datang ke TPS gara-gara iming-iming bodoh.

Kualitas menimbang macam itulah yang diharapkan mekar dan bertumbuh di dalam diri warga yang memiliki hak pilih. Hasilnya ialah sebuah keputusan politik yang jernih di TPS.

Pemilu 2019 ialah pemilu terakhir bagi pemenuhan ambisi elite-elite lama untuk dirinya sendiri. Megawati kiranya tidak akan mencalonkan presiden lagi. Amien Rais tutup buku, tutup harapan untuk menjadi presiden. Rasanya pun Wiranto, JK, dan Akbar Tandjung telah mengakhiri gairah mereka menjadi capres.

Konstitusi tidak mengizinkan SBY untuk menjadi presiden ketiga kali. Hal serupa pun bakal terjadi pada Jokowi jika ia terpilih kedua kali.

Maaf, bila Prabowo tidak terpilih menjadi presiden, saya pikir dia pun bakal mengubur keinginannya untuk menjadi RI-1. Setelah duduk sebagai wakil presiden, juga maaf, hemat saya pada 2024 Ma’ruf Amin terlalu sepuh untuk diusung menjadi capres.

Dari tinjauan tersebut, jelaslah Pemilu 2019 ini menjadi sangat penting untuk dua perkara. Perkara pertama menghasilkan presiden yang rekam jejaknya sangat meyakinkan dapat membawa Indonesia baik sekarang ini menjadi lebih hebat dalam lima tahun ke depan. Setelah itu, pada 2024, terbukalah pintu bagi lahirnya calon presiden baru entah siapa.

Perkara kedua ialah menghasilkan partai politik yang mengusung calon presiden pada Pemilu 2024. Dalam perkara ini, pada 17 April 2019 ini, sejumlah survei menunjukkan akan ada partai yang sendirian dapat mencalonkan presiden. Akan tetapi, dia tidak cukup besar untuk sendirian bertarung di DPR. Karena itu, dalam perspektif paham kebangsaan, jangan bikin partai itu besar sendirian. Kita perlu penyederhanaan jumlah partai, dan serentak dengan itu kita perlu beberapa saja partai yang kuat.

Kita berharap keputusan politik yang dieksekusi di TPS itu tak hanya menghasilkan beberapa partai yang kuat, yang membawa orang-orang berintegritas di DPR, tapi juga menghasilkan presiden yang mampu membuat Indonesia yang sekarang baik menjadi hebat.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.