Cahaya Akihito

277

SESUNGGUHNYA bukan perkara aneh bila orang tidak mengenal dirinya sendiri. Sejujurnya, saya pun belum benar mengenal diri sendiri.

Manakah lebih mudah mengenal diri sendiri atau mengenal diri orang lain? Orang biasa menjawab pertanyaan itu dalam bahasa tubuh. Mengarahkan jari telunjuk ke luar diri lebih mudah daripada mengarahkannya ke dalam diri.

Jawaban itu mungkin belum memuaskan jiwa orang yang dahaga. Akan tetapi, siapa pun yang dahaga jiwanya tidak perlu khawatir karena di dunia ini ada orang bijak yang punya jawaban atas pertanyaan pelik. Jumlahnya sedikit untuk orang biasa yang jumlahnya amat jauh lebih banyak. Belum pernah dalam sejarah manusia terjadi lebih banyak orang bijak ketimbang orang biasa. Entah di akhir zaman nanti yang saya tidak tahu bagaimana persisnya.

Kata seorang bijak yang langka itu, mengenal orang lain ialah kearifan. Mengenal diri sendiri ialah pencerahan. (Knowing others is wisdom. Knowing the self is enlightenment). Siapakah yang punya dua kualitas itu?

Seorang pemimpin bangsa dan negara diharapkan punya dua kualitas itu.  Dalam kenyataan tidak demikian. Mengenal diri sendiri kiranya dapat tertutupi atau terkalahkan karena tidak mengenal orang lain. Sebaliknya, seperti mengenal orang lain ternyata tidak mengenal diri sendiri.

Jika harus memilih, kembali ke substansi pertanyaan awal, manakah lebih baik bagi seseorang, terlebih bagi pemimpin mengenal diri sendiri atau mengenal orang lain?

Kaisar Akihito memberi jawaban bahwa lebih baik mengenal diri sendiri. Hal itu diperlihatkan melalui keputusannya turun takhta sebagai Kaisar Jepang. Tahun lalu niat itu disampaikannya ke publik, sekarang dia mengingatkan publik Jepang dan juga publik dunia, bahwa sebentar lagi 30 April 2019 niat itu menjadi kenyataan.

Dalam kesehatan yang merosot, sebetulnya kaisar tetaplah seorang kaisar yang berkuasa. Terbaring di tempat tidur dalam sakit sekalipun kaisar tetaplah kaisar yang bertakhta. Batasnya ialah kematiannya. Namun, Kaisar Akihito yang berkuasa 30 tahun menggantikan ayahnya yang wafat, tidak menunggu batas itu tiba. Apa energi batin yang menghidupi niatnya yang hebat itu? Karena dia mengenal dirinya.

Dalam usia 85 tahun dengan kesehatan yang memburuk tidak memungkinkan dirinya untuk sepenuhnya mengabdi bagi rakyatnya.

Memutuskan diri sendiri turun takhta karena mengenal diri sendiri kiranya memberi pencerahan bagi dunia. Itulah cahaya Akihito. Tidak terkecuali seandainya itu terjadi pada Pak Harto.

Mengenal diri orang lain ialah bijak. Pemimpin yang mengenal diri rakyatnya, pemimpin yang bijak. Sampai saat ini saya sulit mengerti kenapa Pak Harto memercayai suara yang menyatakan rakyat masih menginginkan dirinya bertakhta.

Dirinya akhirnya dijatuhkan dari takhta. Itu terjadi 20 tahun lalu. Namun hingga saat ini, sekalipun muncul pelajaran dari Kaisar Akihito, kita tidak punya bayangan tentang pemimpin yang berkemampuan mengundurkan diri dari takhta karena sepenuhnya mengenal dirinya dan diri rakyatnya.

Yang tampak nyata ialah pemimpin yang tidak kenal diri dan tidak kenal rakyat sepertinya ada di mana-mana di negeri ini, terlebih dalam Pilpres 2019.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.