Tiga Nama

268

TIGA nama terselubung misteri. Ketiganya belum dibuka kepada publik. Kata ‘belum’ untuk sementara kita pergunakan karena suatu hari yang tidak terlalu lama, mestinya nama itu dibuka kepada khalayak umum. Tiga nama itu kabarnya disebut dalam video yang direkam sebelum gembong narkoba Freddy Budiman dieksekusi mati.

Freddy mati meninggalkan testimoni sangat penting untuk membongkar kejahatan narkoba yang melibatkan abuse of power aparatur negara. Sebelum perihal video itu mencuat ke ruang publik, testimoni yang pertama dan menggegerkan ialah wawancara Freddy dengan Koordinator Kontras Haris Azhar.

Freddy menelanjangi borok luar biasa busuk tiga penyelenggara negara. Ia, katanya, telah memberi uang Rp450 miliar kepada BNN. Ia mengasih Rp90 miliar kepada pejabat tertentu di Mabes Polri. Bahkan, ia menggunakan mobil mayor jenderal TNI, bagian belakang penuh narkoba, menyetirnya dari Medan sampai Jakarta. Sang jenderal duduk di sampingnya. “Perjalanan saya aman tanpa gangguan apa pun,” kata Freddy, seperti pengakuannya kepada Haris.

Semula, semua aparat negara itu kebakaran jenggot, melaporkan Haris Azhar ke Bareskrim Polri. Ia dianggap melakukan fitnah dan mencemarkan nama baik. Namun, untunglah sikap overreaktif dan superdefensif itu tidak diteruskan. Polri akhirnya membentuk Tim Independen, yang antara lain beranggotakan Hendardi, untuk membongkar semua yang tertuang dalam tulisan Haris Azhar, “Cerita Busuk dari Seorang Bandit”.

BNN pun membentuk tim internal, katanya untuk memastikan keterlibatan anggota BNN. Untuk melengkapi penyidikan itu, mereka memerlukan keterangan Haris. Haris sendiri katanya bersedia membantu BNN. Akan tetapi, hemat saya, apa perlunya keterangan Haris? Ia bukan saksi terjadinya tindakan pidana khusus yang dicurhatkan Freddy kepada Haris.

Lagi pula, perkara itu bukan delik aduan. Berdasarkan semua yang telah dicurhatkan Freddy, bersama tim independen dan seluruh profesionalisme polisi dan BNN, mestinya perkara itu dapat tuntas dibongkar. Temuan PPATK bahwa ada transaksi sebesar Rp3,6 triliun berkaitan dengan Freddy Budiman yang berputar dari satu rekening ke rekening lain. Kapolri Jenderal Tito Karnavian telah menerimanya, dan kita percaya, telah mempelajarinya.

Namun, apa lanjutannya? Follow the money. Apakah aliran uang yang jumlahnya dahsyat itu tidak dapat membuka pintu, siapa yang ‘kesinggahan’ uang? Apakah tiga nama itu tidak kecipratan, atau malah penerima terbesar? Semua kata ‘konon’, ‘katanya’, dan yang sejenis, sengaja dipakai untuk menunjukkan bahwa sejauh ini tidak ada kemajuan dalam penanganan nyanyian Freddy. Terlebih bila tiga nama yang disebut dalam rekaman video itu tidak pernah dibuka kepada publik.

Dibentuknya Tim Independen Polri, serta duduknya Hendardi di dalam tim itu, menunjukkan kesungguhan pemerintah. Akan tetapi, kepercayaan itu bakal luntur bila tiga nama itu tiada kunjung dibuka kepada publik. Bukalah, siapa mereka, supaya terang-benderang, termasuk bila mereka dinilai tim memang tidak ada hubungan dengan Freddy Budiman. Siapa tahu, malah ada yang berani menunjukkan yang sebaliknya dengan bukti-bukti?

Nyanyian Freddy sangat berharga, justru setelah kematiannya, karena dengan demikian testimoninya tak bisa lagi diganggu gugat. Betapa sulit untuk jujur, menunggu mati dulu, karena menyangkut aparatur negara yang korup, yang menyalahgunakan kekuasaannya justru di dunia hitam narkoba. Dalam hal itu, Haris Azhar telah melaksanakan ‘pesan’ seorang bandit yang hanya berani jujur setelah dihukum mati, demi kemaslahatan yang masih hidup.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.