Level of Confidence

302

INGGRIS punya pemimpin negara yang baru, Theresa May. Lagi, negara itu dipimpin perdana menteri perempuan, setelah Margaret Thatcher.

PM May menghadapi masalah besar setelah negaranya keluar dari Uni Eropa.

Taktis, belum tentu strategis, ia mengangkat Boris Johnson, mantan Wali Kota London, pendukung utama dan juru kampanye Brexit, menjadi menteri luar negeri.

Mampukah pemerintahan baru mengatasi persoalan besar yang dihadapi? Sebagian besar jawaban kiranya ditentukan seberapa tinggi level of confidence PM May.

Ia pendukung Inggris tetap bertahan dalam Uni Eropa, tetapi kini bertanggung jawab memimpin negaranya membereskan tata hubungan baru ekonomi dan politik dengan Uni Eropa, bahkan dunia, setelah keluar dari Uni Eropa.

Salah satu pertanyaan besar misalnya menyangkut eksistensi NATO.

Nyonya May berpengalaman sebagai menteri dalam negeri.

Ia dinilai sebagai seorang pemimpin yang lebih didorong moralitas, perihal benar dan salah, daripada ideologi.

Contohnya, ia berani menghajar korupsi di kepolisian Inggris.

Setelah Brexit, apakah moralitas lebih diperlukan daripada ideologi?

Pertanyaan lain, berapa tahun Inggris dapat membereskan dirinya? Seberapa hebat level of confidence PM May, sebagai pemimpin yang baru, menjadi faktor yang signifikan.

Dalam hal level of confidence pemimpin negara itu, kiranya Republik ini telah melewati tahap skeptisisme.

Belum genap dua tahun Presiden Joko Widodo memimpin Republik ini, publik telah dapat melihat, merasakan, dan diyakinkan bahwa Presiden Jokowi memiliki level of confidence yang sangat tinggi.

Level yang sangat tinggi itu terutama tecermin dari keputusan mengenai isu-isu kepublikan yang kontroversial, yang diselesaikan dengan kalem, tapi tegas.

Isu kepublikan yang mutakhir ialah perihal pengangkatan Kapolri.

Presiden tidak memilih perwira tinggi bintang tiga senior, tetapi justru yang termuda, Jenderal Tito Karnavian.

Level of confidence Presiden sangat tinggi, berani mengambil keputusan tanpa menimbang faktor urut kacang.

Senioritas tentu saja faktor penting, tetapi bukan segalanya.

Presiden memilih berbasiskan merit system serta faktor personalitas Jenderal Tito, yang dalam konteks senior-junior, tahu menempatkan diri, serta respek.

Memilih yang termuda, yang mumpuni, merupakan keputusan berjangka panjang, sampai akhir pemerintahan Jokowi jilid 1, Oktober 2019.

Mengangkat yang senior, yang sebentar lagi pensiun, lebih merupakan keputusan memberi penghargaan.

Bukan keputusan seorang pemimpin yang negarawan.

Keputusan memberi promosi cuma bikin senang dan adem dari serangan kontroversi, kiranya hanya diambil pemimpin yang level of confidence-nya rendah-menengah.

Kapolri baru telah dilantik dan semua kontroversi, termasuk mengenai posisi Jenderal Budi Gunawan, selesai dengan bijak berkat keputusan yang multidimensional yang diambil dengan level of confidence yang tinggi.

Ujian lain level of confidence Presiden Jokowi diperlihatkan dalam pengambilan keputusan politik pengampunan pajak, yang kemudian diikat melalui proses legislasi, menjadi undang-undang.

Level of confidence Presiden Jokowi yang tinggi itu kiranya memberi rasa adem, ayem, dan trust kepada pemilik uang untuk memboyong kembali aset mereka ke negeri tercinta.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.