Perekat Bangsa

271

PRANGKO saja butuh perekat, apalagi anak bangsa ini.

Mudik ialah perekat kuat: kembali ke komunitas, ke pangkuan keluarga besar, ke akar-akar kultural.

Untuk ‘kembali’, dari mana pun dan ke mana pun, memerlukan daya dorong dan daya tarik.

Mudik melampaui semua kalkulasi rasional dan irasional, melampaui apa pun daya tarik dan daya dorong yang beroperasi dalam pengambilan keputusan untuk mudik.

Apa pun moda yang dipilih, bersepeda motor pulang kampung hingga membayar ongkos pesawat terbang yang melangit, semuanya abnormal yang normal.

Di dalam kebahagiaan bermudik, tidak ada perjalanan yang terlalu berat, tidak ada ongkos yang terlalu mahal.

Mudik bukan lagi cuma urusan personal, urusan puak, bukan pula semata urusan antarprovinsi, antarpulau, yang diwakili ekspresi mayoritas penduduk, ‘pulang ke Jawa’.

Mudik tentu tanggung jawab kepublikan pemerintah agar fasilitas kepublikan bagi warga terselenggara saksama.

Sebaliknya, dengan mudik, sesungguhnya warga merajut nasion, merawat bangsa.

Bangsa di situ dalam pengertian Benedict Anderson, yaitu ‘bangsa dibayangkan sebagai sebuah komunitas, yang selalu dipahami sebagai kesetiakawanan yang masuk mendalam dan melebar-mendatar’.

Sesuatu yang terbayang, katanya, karena sekalipun tak kenal, bahkan mungkin tidak pula pernah mendengar tentang mereka, tetapi toh di benak setiap orang yang menjadi anggota bangsa itu hidup sebuah bayangan tentang kebersamaan mereka.

Hemat saya, komunitas terbayang itu rasanya sempurna dalam jutaan orang anak bangsa yang mudik itu.

Indonesia menjadi negara bukan hasil pemberian.

Ia hasil perjuangan fisik berdarah dan diplomasi alot tangguh.

Akan tetapi, negara bisa pecah, menjadi bagian-bagian terpisah, terbelah, apabila perekat tidak berkelanjutan dibela dan diperkaya.

Apakah negara hadir di kampung halaman? Jawaban positif bakal menjadi cerita pembawa optimisme, bahwa hidup berbangsa bernegara jauh lebih baik, terasa sampai nun jauh di gunung dan di lembah.

Ketika mudik, perlulah warga menyempatkan diri sejenak untuk merasakan kemajuan kampung halaman.

Apakah perubahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi bermanfaat bagi warga?

Apakah pula maslahat pemekaran wilayah? Bagi kandidat calon kepala daerah yang bakal menjalani pilkada serentak, Februari mendatang, kiranya berguna mendengarkan opini dan persepsi tokoh warga perantau yang mudik, terlebih yang telah melanglang buana.

Di tengah keluarga pun biasanya terjadi perbincangan perihal kinerja petahana, serta siapa yang favorit dalam penilaian mereka.

Bahkan, siapa tahu ada yang kelak layak memimpin Indonesia.

Kian padat arus mudik, kian hebat sebuah nasion/bangsa direkatkan dalam penghormatan yang tinggi kepada akar-akar budaya.

Mudik salah satu energi kehidupan yang diekspresikan setahun sekali, merajut dan merawat kebersamaan, yang sehari-hari cuma tersambung via pesan pendek.

Menikmati kembali riuh rendah tawa keluarga, menelusuri lanskap sosial, memelihara perekat, kiranya romantisme yang tidak pernah terlalu mahal untuk diganjar dengan semua THR.

THR kecil, THR besar, sama-sama habis, sama-sama saling memaafkan.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.