Langkah Gila

334

PERLUKAH BNN sebagai lembaga naik kelas agar lebih gila menghajar narkoba?

Ide yang mencuat ialah menjadikannya setingkat menteri.

Gagasan ini layak diwujudkan, menimbang narkoba bukannya kian terkikis, malah merajalela.

Presiden menyebut Indonesia berada dalam status darurat narkoba.

Yang terkena narkoba bukan saja person, tetapi juga institusi.

Pembantu rektor menjadi korban, terakhir anggota DPR, bahkan narkoba diperdagangkan di sebuah kompleks militer.

Oleh karena itu, menurut Presiden, tidak ada maaf bagi pelaku narkoba.

Banyak terhukum narkoba meminta pengampunan Presiden.

Semua ditolak.

“Saya juga banyak tekanan dari sana dan sono. Tapi sekali lagi, kita memang berada pada posisi darurat narkoba. Kenapa? Ada 4,5 juta pemuda tidak bisa direhabilitasi.”

Terakhir, dalam rapat terbatas di Istana, Jokowi menyebut ada tiga musuh utama, yaitu korupsi, terorisme, dan narkoba.

“Saya ingin ada langkah pemberantasan narkobal lebih gencar lagi, yang lebih berani lagi, yang lebih gila lagi.”

Apakah menaikkan kelas kelembagaan BNN setingkat kementerian tergolong langkah gila?

BNN sekarang, menurut UU No 35/2009, merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah presiden dan bertanggung jawab kepada presiden (Pasal 64).

Bukankah tidak ada lagi lembaga pemerintah lebih tinggi daripada deskripsi, ‘berkedudukan di bawah presiden dan bertanggung jawab kepada presiden’.

Undang-undang itu pun mengatur pengangkatan dan pemberhentian kepala BNN seperti kedudukan menteri, yakni diangkat dan diberhentikan oleh presiden (Pasal 68).

Lalu, apa yang bakal berubah menjadikan BNN setingkat kementerian?

Baiklah menjawabnya dengan urusan kecil, menjadikan kedudukan BNN setingkat kementerian mestinya turut mengubah protokoler pengangkatan kepala BNN.

Dari selama ini dilantik oleh Kapolri menjadi dilantik presiden.

Sama seperti menteri.

Dilantik presiden, maka sempurnalah posisi Kepala BNN bertanggung jawab kepada presiden.

Apakah dengan perubahan itu pedagang dan pengedar narkoba menjadi gentar?

Langkah yang diambil mesti lebih gila lagi.

Kenapa tanggung-tanggung?

Jenderal bintang tiga bertanggung jawab kepada presiden kayaknya tidak pas.

Seyogianya kepala BNN, jenderal bintang empat.

Kiranya terasa sangat bergigi karena sejak BNN ada belum terpikirkan, out of the box.

Namun, semua itu belum cukup gila di mata penjahat narkoba.

Perubahan menjadi setingkat kementerian kudu diikuti perubahan besarnya anggaran yang cukup gila pula.

Perang melawan narkoba bukan perang sporadis, melainkan perang sistematis berkelanjutan.

Narkoba tidak hanya menghancurkan anak bangsa, tetapi juga modus pencucian uang besar-besaran.

Terorisme patut ditengarai dibiayai hasil pencucian uang narkoba.

Pemerintah AS melalui Offi ce of National Drug Control Policy, konsisten menganggarkan US$100 miliar per tahun untuk menghajar empat macam narkoba ilegal, yaitu heroin, kokain, methamphetamine, dan marijuana.

Beres?

Masih ada urusan lebih gila lagi: menghapus ego kekuasaan.

Siapakah lebih berkuasa, Direktorat Tindak Pidana Narkoba Polri atau BNN yang telah naik kelas setingkat kementerian?

Tidakkah terjadi tumpang tindih?

ila keduanya jalan sendiri-sendiri, semua yang gila di atas balik menjadi langkah biasa.

Sebaliknya, ego dapat dibereskan, yakinlah kita Polri dan BNN bakal lebih gila menghajar kejahatan narkoba.

 

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.