Malu di Posisi Global

280

TAHUN baru kiranya selalu dicandrakan tahun harapan baru. Betapa pun indah dan cemerlang tahun lalu, orang tetap berharap tahun baru lebih baik lagi. Terlebih bila pencapaian tahun lalu buruk, menyebabkan daya saing bangsa rendah. Kiranya penting bangsa ini berkaca, di mana posisi kita dalam ukuran global? Dampak eksternal terhadap domestik sangat besar. Melambannya pertumbuhan ekonomi, misalnya, dipercaya akibat melambannya perekonomian global.

Karena itu, memeriksa posisi diri dalam berbagai ukuran dunia seyogianya merupakan keniscayaan. Contohnya, di manakah posisi negeri ini dalam kewiraswastaan? Pertumbuhan ekonomi suatu negara, antara lain, dipengaruhi kehebatan kaum wiraswasta dan ekosistem kewiraswastaan. Negara sulit maju kalau anak bangsanya lebih suka, bangga, dan bahagia menjadi pegawai negeri.

Kaum wiraswastalah inovator, penghasil barang dan jasa, pencipta lapangan kerja, penghasil devisa, pembayar pajak. Karena itu, penting menilik di mana posisi kita dalam global entrepreneurship index (GEI). GEI mengukur tiga aspek, yaitu perilaku berwiraswasta, kemampuan berwiraswasta, aspirasi berwiraswasta. Dengan skor GEI 22,8 dari 0-100, Indonesia menempati peringkat ke-103 dari 132 negara. Singapura peringkat ke-11 (GEI 66), Malaysia ke-56 (37), Tiongkok ke-60 (34,9), Thailand ke-65 (33,4), Vietnam ke-84 (28,2), Filipina ke-91 (27), dan India ke-98, (24,9).

Bahkan, peringkat Kamboja, ke-101 (23), lebih baik daripada Indonesia. Indeks kewiraswastaan 2016 itu diumumkan The Global Entrepreneurship and Development Institute, lembaga nirlaba berbasis di Washington DC, AS, 13 November lalu.  Tujuannya menelaah ekosistem kewiraswastaan berbeda di berbagai negara serta membantu mengungkap hambatan yang menggerus daya saing untuk memulai wiraswasta. Pada 2016, AS di posisi tertinggi, disusul Kanada, Australia, Denmark, dan Swedia.

Di Asia, kewiraswastaan Taiwan terbaik di peringkat ke-6 dengan GEI 69,7, naik dua tingkat dari tahun lalu. Sejak 2012, Taiwan telah dinilai dan selalu masuk 10 besar. Taiwan juga dinilai negara Asia paling atraktif di kawasan untuk melansir awal kewiraswastaan. Apa pasal? Skor Taiwan antara lain sangat bagus dalam risiko modal, inovasi produk, dan ‘pertumbuhan tinggi’, yaitu tingginya persentase bisnis mempekerjakan orang, sedikitnya 10 orang dan tumbuh 50% dalam 5 tahun.

Apa yang mesti dilakukan agar kewiraswastaan bangsa ini meningkat? Kewiraswastaan bertautan dengan nilai-nilai berani mengambil risiko, yang perlu dicanangkan dan ditanamkan. Gairah menjadi pegawai negeri merupakan hak warga negara. Akan tetapi, perlu dikendalikan pertumbuhannya, digantikan gairah berwiraswasta.

Di negara kita, suku bunga sangat tinggi malah mencekik yang ingin berwiraswasta. Ketidakefisienan perbankan dibebankan kepada nasabah. Ketika bank sentral AS menaikkan suku bunga 0,25%, Taiwan malah menurunkan suku bunga. Bandingkan dengan BI rate yang tinggi, 7,50%. Tiap institusi negara, sesuai dengan kewenangan masing-masing, mestinya malu besar bila posisi global yang menjadi tanggung jawabnya buruk. KPK malu besar jika indeks persepsi korupsi malu-maluin. Kemendikbud bersama Kemenkes malu banget jika human development index masih seperti sekarang. Kementerian Koperasi dan UKM mestinya sangat malu karena global entrepreneurship index kita bahkan kalah dengan Kamboja. Tahun baru tahun berkaca, di cermin global. Bisakah indeks malu besar dalam ukuran dunia kita perbaiki tahun ini?

 

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.