Harimau untuk Trump
PRESIDEN Amerika Serikat Donald Trump kiranya perlu belajar dari harimau. Sedikitnya ada tiga pelajaran, yaitu (1) jangan pelihara anak harimau, (2) jangan bangunkan harimau tidur, dan (3) mulutmu harimaumu.
‘Anak harimau’ yang dipelihara Trump ialah Steve Bannon, pemimpin Breitbart News, medium kanan-alternatif (alt-right) yang kemudian menjadi eksekutif kampanye untuk memenangkan Trump menjadi presiden. Dialah otak semua gagasan pengagungan kulit putih dan kebencian yang dilontarkan Trump.
Larangan warga tujuh negara Islam masuk ke AS dan ide membangun tembok perbatasan AS-Meksiko jelas dan tegas merupakan buah pikiran Steve Bannon. Ia juga yang menganjurkan agar AS di bawah pimpinan Trump melancarkan perang ekonomi terhadap Tiongkok.
Sang ‘anak harimau’ bertambah leluasa setelah menjadi ‘bapak harimau’ karena diangkat menjadi Kepala Strategi Gedung Putih dan duduk di Dewan Keamanan. “Tutup mulutmu,” katanya kepada media yang membongkar kebohongan Trump.
Majalah Time (13/2/2017) menyebut Steve Bannon sebagai the Great Manipulator. Akan tetapi, Presiden Trump terus membelanya dengan membahasakannya sebagai sahabat dan bukan rasialis. Kiranya cerita menjadi lain setelah merebak konflik Steve Bannon dengan Jared Kushner, menantu Trump.
Pada 18 Agustus lalu, Steve Bannon dipecat dari Gedung Putih. Ia kembali menjadi ‘anak macan’ memimpin Breitbart News. Korea Utara ialah ‘harimau tidur’ yang dibangunkan Trump. Di dalam negeri, negara itu tiada henti membangun senjata nuklir, tetapi tidak terlalu menampakkan keganasan mereka ke kancah dunia.
Sampai kemudian Trump menunjukkan nafsunya untuk melumpuhkan Korea Utara dengan cara mendesak Tiongkok untuk melakukannya. Tiongkok terlalu besar untuk menghiraukan desakan Trump.
Sebaliknya, Korea Utara malah menjadi seperti macan yang dibangunkan dari tidurnya, agresif menunjukkan kepada dunia betapa gagah perkasanya senjata nuklir yang mereka bangun dan kembangkan.
Sebuah senjata nuklir dikirim dengan kemampuan dapat menjangkau Amerika Serikat, senjata lainnya dikirim ke dekat teritorium Jepang. Terakhir, Korea Utara kian mengejutkan dunia dengan uji coba bom hidrogen, berkekuatan lebih delapan kali bom hidrogen yang diuji coba setahun lalu.
Seperti harimau dibangunkan dari tidurnya, Korea Utara siap mencakar, siap berperang. Mulutmu harimaumu sangat mengena ditujukan kepada Trump. Mulutnya bertambah satu lagi melalui Twitter, medium sosial tempat dia ngomong/berkicau seenaknya.
Ada artis yang menggambarkan bentuk mulut hingga ke dagu Trump bagaikan bentuk seekor kodok. Entah apa maksudnya. Ada yang mengumpulkan sedikitnya 58 kutipan yang meluncur dari mulut Trump yang menunjukkan mulutmu harimaumu.
Contohnya, ‘Sebuah sumber yang sangat dapat dipercaya bilang kepada saya bahwa akta kelahiran Barack Obama palsu’. Contoh lain, ‘Rusia, dengarkan, saya harap kamu mampu mendapatkan 30.000 e-mail Hillary Clinton yang hilang.
Saya pikir kamu akan mendapat penghargaan dari pers kami’. Begitulah mulut Trump, yang menurut editorial koran yang telah meraih 18 hadiah Pulitzer, St Louis Post-Dispatch (18/5/2017), merupakan musuhnya yang terburuk.
Mulutnya bahkan dinilai lebih berbahaya daripada Korea Utara. Mulutnya dapat massal menghancurkan. Kiranya tidak berlebihan menyarankan Presiden AS Donald Trump untuk belajar kepada harimau, khususnya harimau sumatra. Kenapa?
Bukan semata karena saya berasal dari Sumatra, melainkan karena populasi harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) terus menurun. Mereka terancam punah. Trump bisa terlambat belajar bila kita terlambat melestarikannya.
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.