Kesalahan Teknis

320

SEORANG rekan pada Rabu (8/7) pukul 10.01 WIB mengirim multimedia messaging service (MMS) berisi pertanyaan mengejutkan. Apakah telah terjadi perubahan nomenklatur BIN dari Badan Intelijen Negara menjadi Badan Intelijen Nasional?

Bersama pertanyaan itu dikirim pula foto sepucuk undangan sebagai fakta pendukung. Undangan itu berasal dari Menteri Sekretaris Negara.

Isinya ‘Mengharap dengan hormat kehadiran
Bapak/Ibu/Saudara pada acara Pelantikan Kepala Badan Intelijen Nasional
dan Panglima Tentara Nasional Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia
hari Rabu, tanggal 8 Juli 2015, pukul 12.45 WIB bertempat di Istana
Negara, Jakarta’.

Pada hari itu juga pukul 14.51, kembali melalui MMS,
rekan tadi mengirim siaran pers yang dikeluarkan Deputi Bidang Protokol,
Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Djarot Sri Sulistyo.

Isinya (1) Kementerian Sekretariat Negara setelah
menyadari adanya kesalahan teknis penulisan pada undangan pelantikan
Kepala BIN dan Panglima TNI secepatnya telah menarik dan menggantinya
dengan penulisan yang benar.

(2) Penulisan yang benar ialah Kepala Badan Intelijen
Negara, sesuai dengan undangan yang telah kami kirimkan kembali pada
tamu/pejabat yang diundang.

(3) Kementerian Sekretariat Negara memohon maaf atas hal tersebut.

Kementerian Sekretariat Negara akan berupaya meningkatkan kualitas layanan administrasi di Lembaga Kepresidenan.

Begitulah isinya antara lain memohon maaf. Besok Lebaran, mari bermaaf-maafan, lahir dan batin. Isi lainnya, janji meningkatkan kualitas layanan
administrasi di lingkungan lembaga kepresidenan, tentu sangat
membesarkan hati.

Akan tetapi, menyebut kesalahan penulisan Badan
Intelijen Negara menjadi Badan Intelijen Nasional sebagai kesalahan
teknis, kiranya layak dipersoalkan. Mengapa?

Kesalahan teknis sering dijadikan kambing hitam gampangan dan apologi ampuh. Lagi pula, apakah kesalahan teknis masih sahih dijadikan alasan di zaman kemajuan teknologi informasi?

Untuk menjawabnya saya iseng memasukkan ‘bin’ ke dalam mesin Google. Seketika di layar paling atas tampil Badan Intelijen Negara (BIN) dan persis di bawahnya www.bin.go.id. Karena itu, kesalahan teknis bukan pangkal persoalan. Lalu di mana duduk persoalan?

Maaf, saya khawatir terjadi kemalasan berpikir. Yang malas berpikir mengira ‘Nasional’ pada TNI lebih hebat daripada ‘Negara’. Karena itu, penulisan ‘Nasional’ dalam Tentara
Nasional Indonesia yang dijadikan patokan, sehingga terjadilah penulisan
Badan Intelijen Nasional yang jelas salah. Kemalasan berpikir bisa juga menyangkut referensi sejarah.

TNI tidak dilahirkan oleh negara, tapi oleh pemuda-pemuda bersenjata yang memperjuangkan kemerdekaan secara militan. Karena itu, yang lahir bukan Tentara Negara Indonesia, melainkan Tentara Nasional Indonesia. Sebaliknya BIN, memang dibentuk negara. Karena itu, kepanjangannya Badan Intelijen Negara.

Bila penilaian kesalahan berpikir dianggap berlebihan, kiranya yang terjadi keteledoran dalam mikromanajemen. Bukan urusan presiden mikromanajemen. Namun bila kesalahan pidato menyebut kelahiran Bung
Karno di Blitar, disusul kesalahan penulisan BIN, disusul entah
kesalahan apa lagi diproduksi di lingkungan lembaga kepresidenan, semua
itu bisa menggerus wibawa pemimpin nasional. Karena itu, janganlah menyepelekan mikromanajemen.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.