Bersiap untuk Salah

338

TIDAK semua orang bersiap untuk salah. Umumnya bersiap untuk benar. Termasuk pakar ekonomi, maupun otoritas ekonomi. Padahal, dalam perekonomian global dewasa ini, bersiap untuk salah atau keliru, naga-naganya tidak terhindarkan.

Buktinya, belum lagi kalender Januari dirobek berganti Februari, prediksi ekonomi 2016 telah diyakini salah. Seperti dendang lagu ‘kau yang memulai, kau yang mengakhiri’, begitulah misalnya IMF, awal sekali melansir prediksi pertumbuhan ekonomi, awal sekali pula mengoreksi kekeliruan ramalannya. Pada Oktober 2015, IMF mengeluarkan prediksi ekonomi dunia bakal tumbuh 3,6% pada 2016 dan 3,8% pada 2017.

Januari 2016 baru berjalan 18 hari, Selasa (19/1), IMF sadar semua itu salah. Perkiraan pertumbuhan ekonomi global tahun ini dan tahun depan dipenggal 0,2%, masing-masing menjadi 3,4% dan 3,6%. Siapa percaya tidak bakal salah lagi? Bersiaplah salah, karena menurut Reuters, kurang dari setahun, IMF telah tiga kali merevisi pertumbuhan ekonomi global. Alias, tiga kali salah.

IMF kali ini punya kambing hitam. Investor di pasar finansial global dinilai khawatir berlebihan atas jatuhnya harga minyak serta memburuknya perekonomian Tiongkok. Padahal, harga minyak memang remuk, tak ketulungan, dalam 18 bulan jatuh 75%, dari 110 US$ menjadi di bawah 27 US$ per barel. Bukan halusinasi, melainkan memang fakta menakutkan bagi sejumlah negara pengekspor minyak. Majalah terkemuka The Economist pekan ini, dalam editorial yang juga topik sampul depan, menurunkan telaah ‘Who’s afraid of cheap oil?’, gamblang menunjukkan siapa dan mengapa takut. Keadaan ekonomi Tiongkok pun sah menakutkan. Kapital besar-besaran keluar dari Tiongkok. Yuan merosot, pasar modal anjlok. Terhadap fakta suram, lumrah ada yang khawatir berlebihan.

Bersiap salah terhadap harga minyak dunia kiranya keniscayaan. Bukan pula perkara baru. Jika dahulu bersiap salah karena harganya naik tak terduga, sekarang bersiap salah, karena turun tak terduga. Keduanya butuh sikap jiwa yang sama, bersiaplah salah asumsi, sehingga APBN perlu dikoreksi.

Senin (25/1) siang lalu, saya terpana membaca news tikcer di Metro TV. Berita yang berjalan tak henti-henti itu, isinya, BI optimistis rupiah tidak terdepresiasi tajam selama 2016. Sebagai anak bangsa, saya berharap optimisme itu menjadi kenyataan. Bahkan, jauhlah depresiasi, datanglah apresiasi, rupiah kian menguat. BI kayaknya ‘sadar’ terdepresiasi sepertinya tidak terhindarkan, tetapi tidak tajam. Bila terdepresiasi kecil-kecilan, wajar. Akan tetapi, mengikuti nasihat Prof. Anthony Tay, bersiaplah untuk salah.

Anthony Tay, direktur di Sekolah Ekonomi, Singapore Management University, di awal kuliah ‘Economic Forecasting’, selalu bilang kepada mahasiswanya, untuk ‘prepare to be wrong’, bersiap untuk salah (The Business Times, 20/1). Kenapa? Karena, semua model ekonomi merupakan simplifikasi atas ekonomi riil.? Lagi pula, dalam sistem yang kompleks, selalu ada komponen yang tidak terduga, yang luput dari pengambilan keputusan manusia. Dalam bahasa Pancasilais, manusia tetaplah manusia, bukan Tuhan, Yang Maha Tahu.

 

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.