Muda dan Apatis di Malaysia

361

PEMILU Malaysia yang berlangsung lusa (9/4) bakal menentukan apakah Najib Razak tetap berkuasa ataukah oposisi yang dipimpin seniornya, Dr Mahathir, dapat menumbangkannya.

Namun, orang muda Malaysia tidak peduli siapa pun yang menang pemilu. Hasil survei lembaga jajak pendapat independen Merdeka Centre, dengan 1.200 responden yang dilakukan pada 9-19 April, yang dipresentasikan di Nottingham University, Kampus Kuala Lumpur (26/4), menunjukkan hal itu.

Sebanyak 7 dari 10 pemilih berumur di bawah 30 tahun tidak peduli politik.

Sebanyak 2/3 pemilih umur tersebut berpandangan politisi tidak dapat dipercaya, bahkan merupakan persoalan utama di Malaysia.

Ketidakpedulian itu diperkuat temuan lainnya, 4 dari 10 orang muda Malaysia itu tidak terdaftar untuk memilih.

Data resmi Komisi Pemilihan memperkuat hasil survei itu bahwa 2/3 yang tidak terdaftar berumur 20-an tahun. Apa yang bikin mereka apatis?

Survei menemukan 54% pemilih dari semua lapisan warga berpendapat negara disetir salah arah.

Bandingkan hanya 38% yang berpendapat arahnya benar. Salah arah itu kiranya diperlihatkan oleh besarnya (45%) keprihatinan pemilih terhadap masalah ekonomi (inflasi, kesempatan kerja, pendapatan lebih rendah).

Yang rada aneh dilihat dari perspektif publik Indonesia ialah hanya 20% pemilih Malaysia yang prihatin masalah korupsi.

Tidak risau dengan korupsi bahkan diperlihatkan sangat rendahnya jumlah pemilih yang menilai skandal 1MDB sebagai keprihatinan mereka (3%).

Lebih signifikan lagi hanya 2% pemilih yang meragukan integritas Najib Razak.

Padahal, Mahathir amat gencar menyerang keterlibatan Najib Razak dalam skandal itu.

Juga tidak banyak pemilih yang melihat SARA dan pemimpin yang lemah sebagai masalah (8%).

Sangat sedikit pemilih (2%) menilai infrastruktur dan transportasi publik sebagai persoalan.

Semua itu positif, patutlah hanya 4% pemilih yang melihat instabilitas politik sebagai keprihatinan mereka.

Lalu apa persisnya yang membuat orang muda Malaysia itu apatis politik?

Dari 18,7 juta warga yang berhak memilih, lebih 40% berumur 21-39 tahun, yaitu dua kali lebih banyak daripada pemilih umur 60 tahun ke atas.

Kata BBC London, menimbang di universitas negeri mahasiswa tidak boleh berpolitik, sedangkan lebih 70% wakil rakyat di parlemen berumur 50 tahun lebih, “Anda kiranya bisa mengerti kenapa generasi ini enggan memilih.”

Apakah suara Anda dapat memengaruhi keputusan pemerintah? Menjawab pertanyaan survei itu, sebanyak 71% orang muda Malaysia berumur 21-30 tahun menjawab tidak.

Apakah politisi peduli pemilih seperti Anda?

Sebanyak 69% mengatakan tidak.

Apakah politisi dapat dipercaya? S

ebanyak 66% menjawab tidak.

Semua jawaban itu menunjukkan tingginya ketidakpercayaan anak muda pada politik.

Karena itu, masuk akal dari 3,8 juta pemilih yang tidak terdaftar, sebanyak 67% berumur 21-30 tahun.

Umur berhak memilih di Malaysia 21 tahun, lebih tua daripada anak bangsa ini.

Lebih tua, tetapi lebih apatis.

Namun, secara umum survei menunjukkan tingkat partisipasi pada pemilu lusa tetap tinggi, yakni mencapai 81%, sekalipun turun dari 84% pada 2013.

Bagaimana nasib partai berkuasa, Barisan Nasional?

Dukungan orang Melayu terhadap Barisan Nasional turun 7,9% jika dibandingkan dengan di 2013.

Akan tetapi, menurut lembaga survei Merdeka Center, penurunan dukungan itu tidak membuat partai itu kalah.

Barisan Nasional masih akan berkuasa, Najib Razak, 64, kembali menjadi perdana menteri.

Jika itu benar yang terjadi, sejarah elite Malaysia mencatat ironi besar, sangat besar.

Mahathir, 92, dari tokoh paling berkuasa di negeri itu bakal menghabisi sisa hidupnya berkepanjangan sebagai oposisi dan membawa ke liang kubur penyesalannya yang mendalam, yakni salah membesarkan seorang yang bernama Najib Razak.

Kiranya itu pun pelajaran penting untuk yang pernah berkuasa di sini.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.