Menyiangi Kabinet

325

PEROMBAKAN jilid II Kabinet Kerja kian menunjukkan kepercayaan diri yang sangat tinggi dari Presiden Jokowi. Presiden sepenuhnya memperlihatkan bahwa mengganti dan mengangkat menteri merupakan hak prerogatif presiden.

Dalam masa pilpres, Jokowi tegas mengatakan bahwa ia hanya tunduk pada konstitusi. Hal itu untuk menjawab keraguan bahwa ia bakal didikte partai pengusung. Dalam 21 bulan berkuasa, melalui perombakan kabinet kali kedua, Jokowi membuktikan perkataannya itu.

Sesuai konstitusi, mengangkat dan memberhentikan menteri merupakan hak prerogatif presiden. Hemat saya, Sri Mulyani akhirnya bersedia menjadi menteri di era Presiden Jokowi juga setelah melihat kepemimpinan Jokowi yang kuat dan teguh. Jokowi bukan wayang yang di belakangnya ada dalangnya, yang mengatur, apalagi mendikte.

Melalui forum ini, saya telah mengungkapkan pandangan perihal tingginya level of confidence Presiden Jokowi yang terlihat nyata dalam pengambilan keputusan menetapkan Jenderal Tito Karnavian, junior di antara para jenderal berbintang tiga, sebagai Kapolri. Presiden Jokowi tidak menerapkan prinsip urut kacang. Keputusan politik pengampunan pajak juga bukti ihwal tingginya level of confidence Presiden.

Dalam konteks perombakan kabinet, bukti terkuat kiranya tetap dipertahankannya Menteri Rini sebagai Menteri BUMN. Padahal, tekanan politik melalui Pansus DPR merekomendasikan agar Presiden Jokowi mencopotnya.

Presiden bukan bawahan DPR, dan menteri (siapa pun dia), bukan pembantu parlemen, tapi pembantu presiden. Kita penganut sistem presidensial, presiden duduk sama rendah, berdiri sama tinggi dengan DPR. Kiranya merupakan sikap kekanak-kanakan bila DPR bertahan menolak rapat kerja dengan Menteri Rini, menteri yang sah, bukan ilegal.

Kita percaya, perombakan kabinet juga menyiangi kabinet dari menteri yang bersuara gaduh, bertindak miring, serta tidak mencapai kinerja yang diharapkan Presiden. Perombakan kabinet itu juga memperkuat posisi pemerintah di DPR. Masuknya Golkar dan PAN ke dalam kabinet membuat pemerintah didukung kekuatan politik mayoritas di DPR.

Tinggal publik menunggu konsistensi partai. Di masa lalu, partainya mendapat kursi menteri, tapi tidak jarang menjadi oposisi. Berkoalisi, tapi kerap berseberangan.

Golkar dan PAN bukan partai pengusung capres-cawapres Jokowi-JK. Akan tetapi, sekali orang terpilih menjadi presiden dan wakil presiden, keduanya menjadi milik semua rakyat. Memonopoli kursi kabinet semata milik partai pengusung rupanya bukan pilihan politik yang bijak, baik dari sudut politik praktis di DPR sebagai minoritas, maupun dari sudut substansial berbangsa dan bernegara. Presidenku ialah presidenmu, presiden kita.

Ada yang berpandangan, perombakan kabinet cukup sampai jilid II saja. Lebih dari itu, Presiden dinilai trial and error, coba dan salah. Kalau memang masih ada menteri yang kinerjanya buruk, atau nyelonong sendiri tanpa koordinasi, apalagi maling, Presiden sebaiknya memakai hak prerogatifnya. Menteri seperti itu cepat-cepat saja dicopot. Kabinet jelas perlu disiangi dari benalu, rumput liar.

Hasil menyiangi kabinet telah tampak. Kabinet Kerja sekarang kiranya lebih cepat mengambil langkah strategis yang diperlukan. Contohnya? Dua hari setelah dilantik, Menkeu Sri Mulyani menemui Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk mengamankan pelaksanaan pengampunan pajak. Semua itu agar pemilik aset di mancanegara tidak ragu-ragu membawa pulang uangnya ke Tanah Air.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.