Strong Leader

370

SEJAUH ini belum pernah terdengar ada yang bilang negara ini memerlukan pemimpin yang lemah. Jika pemimpin jenis itu yang dibutuhkan, tanpa ragu saya segera melamar. Saya yakin lulus fit and proper test, bahkan nilai terbaik, berkat sangat lemahnya kepemimpinan saya.

Yang selalu disebut ialah negara me merlukan strong leader, pemimpin yang kuat. Siapakah dia? Banyak definisi, antara
lain, di tangannya konsentrasi kekuasaan serta memegang, menggunakan, dan memancarkannya dengan meyakinkan.

Kata kunci yang perlu digarisbawahi ialah ‘memancarkannya’ dan ‘meyakinkan’. Memancarkan bisa berarti dari jauh. Tak langsung sang pemimpin menggunakan kekuasaannya. Kendati pembantunya yang bertindak, publik yakin itu pancaran kekuasaan sang pemimpin. Menteri itu pembantu presiden. Pancarannya saja efektif, apalagi kalau sang pemimpin langsung menggunakan konsentrasi kekuasaan di tangannya itu.

Pemimpin yang kuat memiliki karakter dan komitmen yang kuat. Antara lain, teruji dalam urusan korupsi. Suatu hari, di awal Desember 1986, Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew mendapat laporan dari sekretaris kabinet perihal korupsi sebesar S$800.000 yang dilakukan Menteri Perencanaan Nasional Teh Cheang Wan. Teh membantahnya dan ingin bertemu Perdana Menteri. Lee menolaknya. Sepekan kemudian, tepatnya 15 Desember 1986 pagi, perwira keamanan perdana menteri melaporkan bahwa Teh tutup usia.

Banyak yang berpandangan Lee Kuan Yew pemimpin kuat. Akan tetapi, Singapura tak menjadi negara hebat dengan sendirinya semata memiliki strong leader. Tak punya sumber daya alam, tapi punya orang-orang bagus di pemerintahan, membuat Singapura dalam banyak hal unggul. Ketika penduduk Singapura 4 juta, ada sekitar 2.000 o rang di puncak fungsi kepublikan yang me miliki rekam jejak teruji, bukan hanya kemampuannya, melainkan karakter, determinasi, dan komitmen. Itu artinya, hanya dengan 0,05% orang bagus dari jumlah penduduk di pemerintahan, negara bisa menjadi dibikin sangat bagus. “Singapore is man-made,” kata PM Lee.

Mendapatkan orang-orang terbaik dan paling cemerlang di pemerintahan merupakan hal pokok yang menyita perhatian Lee. Semua itu lalu diterjemahkan Goh Keng Swee: mendapatkan orang-orang terbaik di sektor publik, memberi mereka pekerjaan menantang, membayarnya bagus. Hasilnya mutu layanan publik kelas dunia berbasiskan kinerja dan meritokrasi.

Tak ada negara ingin punya pemimpin yang lemah. Semua negara ingin memiliki pemimpin yang kuat. Akan tetapi, saya mulai meragukannya. Izinkan saya menggolongkan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai strong leader kendati ia tak kuat menghadapi demam berdarah. Pengeroyokan anggota DPRD DKI melalui hak angket terhadap Ahok merupakan fenomena ketidaksukaan terhadap pemimpin yang kuat, yang memiliki karakter, determinasi, dan komitmen terutama melawan korupsi.

Penolakan kenaikan besar-besaran remunerasi pegawai DKI Jakarta juga tanda penolakan terhadap gagasan yang diusung pemimpin kuat yang berani melakukan perubahan. Tak ada salahnya Ahok memulainya terbatas dulu dengan merekrut generasi baru cemerlang untuk memangku fungsi-fungsi kepublikan. Beri tantangan berat disertai bayaran cemerlang.

Sirik tanda tak mampu, keroyokan tanda tak bernyali. Strong leader tak akan berhenti melangkah menghadapinya.
See more at: http://mediaindonesia.com/podium/read/25/strong-leader/2015-03-12#sthash.h31eJ2vT.dpuf

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.