Gejala Gila
ORANG waras di negeri ini kayaknya perlu lebih mencermati pertambahan orang sakit jiwa serta meningkatnya anjing gila. Di rumah sakit jiwa di Bogor dikabarkan tiap hari ada 5-10 orang sakit jiwa perlu rawat inap. Namun, tak semua selalu dapat ditampung.
Di Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, wabah rabies merebak sehingga sejak pertengahan Januari 2015 dite tapkan sebagai kejadian luar biasa. Di kedua kabupaten itu total 191 orang digigit anjing gila: 16 meninggal, 59 divaksin, 77 dirawat, dan selebihnya tak jelas.
Padahal, baru Agustus tahun lalu Kalimantan Barat dinyatakan bebas rabies. Kenapa dalam tempo cepat predikat itu rontok? Publik sebaiknya jangan mudah percaya terhadap berbagai proklamasi bebas ini, bebas itu, seperti daerah ini bebas narkoba, dinas itu bebas pungli. Satu-satunya yang tetap kita percaya ialah Proklamasi Kemerdekaan RI 1945, bebas dari penjajah Belanda. Selebihnya, entar dulu.
Dalam semangat itulah Bali, misalnya, perlu terus dicermati. Bali tempat populasi anjing terbanyak di negeri ini. Ada pakar memperkirakan setiap delapan manusia di Pulau Dewata memelihara seekor anjing. Berpenduduk 4,2 juta, itu artinya ada lebih 500 ribu anjing. Bayangkan anjing sebanyak itu diserang rabies, menggigit manusia, turis asing pula. Pariwisata bisa remuk berat.
Wabah anjing gila dapat diatasi dengan vaksinasi. Bagaimana dengan ‘wabah’ orang sakit jiwa? Masukkanlah frasa ‘orang gila meningkat’ ke mesin Google, berhamburan informasi di mana-mana orang gila meningkat. Bahkan, berkeliaran di ruang publik. Antara lain di Cilegon, Cipanas, Dumai, Jakarta, Madiun, Nunukan.
Orang sakit jiwa dan anjing gila berkeliaran di ruang publik pada awalnya karena ketidakpedulian sanak saudara atau tuan si anjing gila. Pada akhirnya haruslah dialamatkan kepada negara karena menyangkut falsafah negara (perikemanusiaan yang adil dan beradab, sekalipun orang gila), serta perintah undang-undang tentang bahaya penyakit menular (dalam hal ini rabies).
Demi keselamatan rakyat, negara pernah sa ngat serius urus anjing gila. Contohnya, Panglima ABRI mengeluarkan Instruksi Nomor ST/292/1993 Tanggal 6 Oktober Tahun 1993 tentang peran serta ABRI dalam program pemberantasan rabies. Empat bulan kemudian, diperkuat lagi dengan Instruksi Nomor ST/26/1994 Tanggal 12 Februari 1994 tentang tindak lanjut ABRI dalam mendukung keberhasilan program pemberantasan rabies di seluruh Indonesia. Dasarnya jelas, membiarkan rakyat mati digigit anjing gila, betul-betul negara gila.
Apakah Panglima TNI perlu mengeluarkan instruksi tentang peran serta TNI menyelamatkan orang sakit jiwa? Kayaknya demikian. Sebab, ada tanda-tanda sipil membiarkan sipil sakit jiwa berkeliaran di ruang publik.
BPS belum lama ini mengumumkan kabar gembira, yaitu indeks kebahagiaan Indonesia tahun 2014 sebesar 68,28 pada skala 0-100, meningkat 3,17 poin jika dibandingkan dengan di 2013. Sejujurnya, selama jumlah orang gila meningkat dan Indonesia belum bebas rabies, saya kurang bahagia membaca kabar gembira itu.
Kalau tahun depan orang sakit jiwa terus bertambah dan anjing gila mewabah, tapi hasil survei indeks kebahagiaan meningkat, saya bisa gila membacanya. Betapa absurd kebahagiaan di negeri ini.
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.