Standar Toilet

321

KEMENTERIAN Pariwisata menyelenggarakan penilaian toilet bandara.

Hasilnya Bandara Internasional Soekarno-Hatta meraih penghargaan tertinggi Sapta Pesona Toilet Umum Bersih 2015 di Bandara.

Pentingkah toilet bandara dikonteskan?

Dari sudut pandang Menteri Pariwisata tentu penting.

Kalau tak penting, mengapa pula kementeriannya repot-repot melakukan penilaian toilet?

Seperti dikutip pers, Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan toilet umum bersih di bandara, selain menciptakan citra positif destinasi, menjadi bagian penting dalam upaya meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia di tingkat global yang saat ini berada di ranking ke-50 dan akan meningkat menjadi ranking ke-30 dunia dalam lima tahun ke depan.

Toilet memang bagian tak terpisahkan dari higienitas dan hospitality (kesukaan menerima tamu).

Contoh gampang, untuk tahu derajat kebersihan sebuah restoran, lihatlah toiletnya.

Bila toiletnya jorok, apalagi buntu, meluber pula, tinggalkanlah restoran itu.

Apakah kebersihan toilet berkorelasi dengan enaknya hidangan?

Jawabnya, tidak selalu.

Ada restoran bertoilet bersih, tetapi bumbu masakannya pun terasa steril alias hambar.

Sebaliknya, ada rumah makan bertoilet kotor banget, tapi masakannya? Ya ampun, nikmatnya.

Tentu, ada restoran bertoilet jorok dan makanannya pun tak layak telan. Yang dicari pasti bersih dan sedap.

Bandara internasional jelas merupakan salah satu elemen strategis dalam industri pariwisata, penghasil devisa.

Seperti restoran, toilet bandara internasional pun menjadi petunjuk, apakah destinasi yang dikunjungi jorok atau bersih.

Karena itu, dapatlah dipahami bahwa Menteri Pariwisata menjadikan standar toilet sebagai salah satu ukuran penting sehingga dikonteskan.

Akan tetapi, dipandang dalam perspektif besar, memprihatinkan.

Tujuh puluh tahun merdeka, kita masih berada di level paling dasar, yaitu standar toilet.

Sampai kapan?

Mudah-mudahan, sebelum masa pemerintahan Jokowi-JK berakhir 20 Oktober 2019, toilet di semua bandara internasional telah memenuhi standar dunia.

Akan tetapi, toilet bersih saja tak cukup.

Kualitas sebuah bandara juga ditentukan kecepatan menangani bagasi.

Bandara Soekarno-Hatta tergolong sangat lelet.

Contoh, sebulan lalu seorang penumpang mengeluh karena 40 menit sejak keluar dari imigrasi barulah conveyor belt bagasi mulai jalan.

“Berapa lama lagi untuk koper saya keluar?” Keluhan itu dimuat pada Jumat, 11 September 2015, pukul 23.17, di rubrik Pasangmata Detik.com.

Masih di bandara yang sama, di tempat kedatangan di Terminal 2, di dekat conveyor belt, tersedia ruang tunggu khusus untuk penumpang kelas bisnis Garuda, lengkap dengan minuman dan bacaan.

Buat apa?

Jelaslah untuk memperpanjang kesabaran penumpang kelas bisnis menunggu koper yang lama keluar.

Bagaimana dengan kelas ekonomi?

Bukan salah bunda mengandung, memang suratan nasib harus tabah terus berdiri menatap ke conveyor belt, entah berapa lama, sampai koper muncul.

Jadi, selain melakukan penilaian atas toilet, sebaiknya Kementerian Pariwisata juga membuat penilaian atas kecepatan penanganan bagasi.

Standarnya jelas, yaitu barang lebih dulu tiba, sebelum penumpang tiba di conveyor belt.

Toilet bersih perlu dan penting, tetapi tak ada wisatawan bersedia berlama-lama di toilet nan indah sekalipun gara-gara menanti bagasi.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.