Kesetiaan terhadap Capres

332

KEBEBASAN memilih membuka kemungkinan untuk tidak setia. Inilah ketidaksetiaan yang sah dalam berdemokrasi, yaitu pemilih memberikan suara kepada pasangan capres-cawapres yang berbeda dari yang dicalonkan parpol yang mereka dukung.
Lembaga survei Indikator membahasakan perilaku mereka itu dengan sebutan split-ticket voting. Sebutan yang manis, untuk tidak mengatakan perilaku tidak setia.

Pilihan terhadap parpol tidak lurus sejalan dengan pilihan calon presiden yang diusung partai bukan perilaku yang baru. Perilaku itu terjadi pada pemilihan presiden sebelumnya dan kiranya juga bakal terjadi pada Pilpres 2019. Persoalannya ialah seberapa banyak pemilih yang mencong dari pasangan capres-cawapres yang diusung partai pilihan mereka?

Indikator menjawab pertanyaan itu dengan melakukan survei pada 16-26 Desember 2018. Sebanyak 1.220 responden mewakili warga negeri ini yang berhak memilih diwawancara di lapangan. Margin of error 2,9%.

Temuannya tidak ada partai yang punya kursi di DPR sekarang ini yang basis pemilihnya semuanya lurus sejalan juga memilih pasangan calon presiden-wakil presiden yang diusung partai pilihan mereka. Dalam bahasa yang lugas, sesungguhnya dan senyatanya tidak ada partai yang basis pemilihnya 100% setia memilih capres-cawapres yang diusung partai pilihan mereka.

Survei itu mencakup semua partai koalisi dalam Pilpres 2019. Akan tetapi, di kolom ini penulis hanya melihat hasil survei 10 partai yang punya kursi di DPR sekarang ini. Pertama, merekalah yang punya hak untuk mencalonkan pasangan presiden-wakil presiden. Kedua, basis partai itu pernah diuji dalam pemilu legislatif dan lulus ambang batas parlemen.

Dalam hal memilih pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin, survei menunjukkan basis partai yang paling setia ialah PDI Perjuangan (90,1%), disusul Partai NasDem (69,6%), Partai Golkar (62,1%), Partai Hanura (59,1%), dan PPP (53,7%). Tampaklah split-ticket voting alias pemilih tidak setia paling banyak terdapat di basis pemilih PPP.

Dalam hal memilih pasangan Prabowo-Sandiaga Uno, survei menunjukkan basis partai yang paling setia ialah Gerindra (81,5%), disusul PKS (73,7%), PAN (71,9%), dan Partai Demokrat (54,1%). Tampaklah split-ticket voting alias pemilih tidak setia paling banyak terdapat di basis pemilih Demokrat.

Temuan lain, sekalipun PDI Perjuangan paling banyak meraih efek ekor jas Jokowi, masih ada 6% dari basis mereka yang memilih Prabowo Sandiaga. Sebaliknya, lebih banyak lagi basis Gerindra yang memilih Jokowi-Ma’ruf Amin, jumlahnya mencapai 14,1%. Padahal, seyogianya Gerindra lebih banyak mendapatkan keuntungan efek ekor jas karena pasangan Prabowo-Sandiaga seutuhnya berasal dari Gerindra.

Menurut Indikator, split-ticket voting mengindikasikan sedikitnya dua hal. Pertama, keberhasilan partai untuk menjaga loyalitas pemilih mereka. Kedua, menunjukkan kekuatan personal pasangan calon presiden-wakil presiden untuk menarik sebanyak mungkin pemilih, bahkan dari basis partai yang tidak mengusung mereka.

Dalam semua cabang kehidupan selalu saja ada orang yang tidak setia. Terlebih dalam kencang dan derasnya politik uang. Sekalipun basis partai tidak mungkin 100% setia, partai perlu bekerja lebih keras lagi untuk menanamkan loyalitas di basis mereka agar split-ticket voting semakin kecil.

Saya sendiri cenderung melihatnya lebih pada kekuatan personal pasangan calon presiden-wakil presiden. Itulah yang terjadi pada Pilpres 2004. Basis PDI Perjuangan lebih besar daripada Partai Demokrat, pengikut mereka pun lebih setia, tetapi SBY yang terpilih menjadi presiden. Kenapa? Kekuatan personal SBY menarik lebih banyak pemilih dari basis partai yang tidak mengusungnya.

Pada Pilpres 2014, Prabowo-Hatta diusung basis partai yang lebih besar daripada basis partai yang mengusung Jokowi-JK. Faktanya yang terpilih Jokowi-JK. Kenapa? Karena kekuatan personal Jokowi-JK memang lebih hebat, lebih mampu menarik lebih banyak pemilih dari basis partai yang tidak mengusung mereka.

Sekarang basis partai pengusung Jokowi-Ma’ruf Amin lebih besar daripada Prabowo-Sandiaga Uno. Sekalipun petahana lebih diuntungkan, ketergerusan basis pemilih bisa terjadi lebih besar lagi.

Seperti telah saya sampaikan di forum ini, saya pendukung Jokowi dan ingin Jokowi memimpin negeri ini 10 tahun. Kali ini dengan terus terang saya perlu bilang agar KH Ma’ruf Amin lebih menunjukkan kekuatan personalnya untuk menarik lebih banyak pemilih.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.