Kursi Ecek-Ecek

332

SIAPA mau kursi ecek-ecek? Mungkin ada yang mau dengan pikiran lebih baik dapat kursi (menteri) ecek-ecek daripada tidak ikut di pemerintahan. Sebaliknya, mungkin ada yang tidak mau kursi ecek-ecek dengan pikiran hanya partai ecek-ecek yang mau kursi ecek-ecek.

Kursi ecek-ecek ialah satu kursi menteri untuk partai pendukung Prabowo. Kursinya satu, dosanya dua.

Pencetus kursi ecek-ecek Amien Rais. Dia bukan orang ecek-ecek, sekalipun terkadang omong ecek-ecek.

Katanya aib kalau partai pendukung Prabowo berkoalisi dengan pemerintahan Jokowi demi satu kursi menteri. Katanya lagi, kalau mau rekonsiliasi tentukan dulu platform ke mana arah negara ini. Kalau platfom telah disepakati, ayo bagi kursi kabinet 55-45. Itu baru namanya rekonsiliasi.

Amien Rais bertanya, siapa yang ngajak rekonsiliasi? Dijawab sendiri, “Mereka toh. Katanya menang? Katanya enggak ada kecurangan, menang telak, ngapain ngajak-ngajak. Saya kira itu menunjukkan mereka tidak yakin, menang urik, urik itu curang.”

Amien Rais bicara semua itu setelah pertemuan Jokowi-Prabowo. Hemat saya, suaranya keras kepada Prabowo agar jangan mau kursi ecek-ecek. Suaranya juga keras kepada Jokowi yang dinilainya menang ‘urik’, menang curang.

Kesimpulan setelah pilpres Amien Rais masih seperti yang dulu. Dia tidak berubah. Saya suka Amien Rais yang tidak berubah, sekalipun dunia berubah.

Bagaimana dengan Prabowo setelah bertemu Jokowi? Saya berharap Prabowo pun masih seperti yang dulu. Jangan mau kursi ecek-ecek seperti kata Amien Rais. Jangan pula mau bagi-bagi kursi kabinet 55-45 seperti kata Amien Rais. Jangan mau, karena berapa pun kursi menteri dan apa pun platform yang disepakati tidak elok. Tidak elok yang kalah pilpres duduk di kabinet yang menang pilpres.

Sikap politik yang terhormat ialah Prabowo dan Amien Rais tetap sebagai oposisi, masih seperti yang dulu. Saya berharap jangan sampai keduanya pecah kongsi gara-gara kursi menteri, apalagi kursi ecek-ecek.

Kursi menteri kiranya bisa membelah kebersamaan. Kursi menteri bisa membelah ‘collective personality’, ‘collective spirit’, baik di kubu Prabowo maupun di kubu Jokowi. Bagi-bagi kursi menteri dapat membuat lawan menjadi kawan, kawan menjadi lawan.

Seandainya, Jokowi sepenuhnya dan seutuhnya menggunakan hak prerogatif presiden. Dia memberi kursi menteri ecek-ecek kepada partai pemenang pileg. Apakah mereka tidak bersuara keras kepada Jokowi? Bukan mustahil mereka menjadi oposisi.

Kursi menteri di bidang apa pun, satu kursi sekalipun, bukan kursi ecek-ecek. Itu kursi penyelenggara negara. Demi koalisi yang kuat di kubu Jokowi serta demi hadirnya oposisi yang juga kuat, sebaiknya tidak satu pun kursi menteri yang ecek-ecek sekalipun diberikan kepada partai pengusung Prabowo.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.