Rakyat bukan Pembosan

301

RAKYAT Indonesia bukan tergolong manusia pembosan terhadap presidennya. Sejarah mengatakan kesimpulan itu.

Bung Karno menjadi presiden 20 tahun. Pak Harto duduk di kursi presiden 32 tahun. Bila diukur dengan masa jabatan lima tahun, Bung Karno menjadi presiden empat kali masa jabatan, Pak Harto enam kali masa jabatan.

Bung Karno tidak bikin rakyat bosan karena pidatonya selalu mengandung hal-hal baru. Saban dia berpidato rakyat terpukau mendengarnya melalui RRI.

Pak Harto tidak pandai berpidato. Dia sisi sebaliknya Bung Karno. Dia berwatak tenang. Kenapa rakyat tidak bosan? Ketenangannya seperti menghanyutkan. Jarang tampil berpidato di muka umum menyembunyikan kedatarannya berbicara.

Di atas segalanya ialah keberhasilannya membangun dengan program inpres, yang antara lain menjadikan dirinya presiden yang berbeda dengan Bung Karno yang sibuk dengan revolusi yang belum selesai.

Di era presiden dipilih secara langsung rakyat pun tidak menjadi pembosan terhadap presiden pilihannya. SBY terpilih dua kali. Ia 10 tahun menjadi presiden. Tapi cukup sampai di situ. Perubahan UUD 1945 melarang presiden lebih dua kali.

Rakyat bukan jenis pembosan terhadap presidennya. Namun, ‘sebagian’ dari rakyat bisa menjadi pemarah terhadap presidennya. Mereka lalu menggerakkan perlawanan terhadap presiden.

Kemarahan itu kiranya lebih karena presiden otoriter. Itulah yang terjadi dengan Bung Karno dan Pak Harto yang diturunkan dari kekuasaannya dengan cara tidak enak.

Bung Karno bahkan sempat digadang-gadang menjadi presiden seumur hidup. Bila itu yang terjadi, soal waktu saja sebagian rakyat marah karena perut rakyat yang lapar tidak dapat dikenyangkan oleh pidato yang paling berapi-api sekalipun.

Bayangkanlah apakah yang terjadi bila setelah Pemilu 1987 atau 1992 Pak Harto berubah menjadi lebih demokratis dan sedikit keras terhadap kolusi, korupsi, dan nepotisme, terlebih terhadap anak-anaknya? Bisa jadi dia terus menjadi presiden sampai meninggal.

Kenyataan bahwa rakyat bukan pembosan kiranya berlawanan dengan ajakan ganti presiden. Ajakan ganti presiden tidak laku dijual kepada mayoritas rakyat yang bukan makhluk pembosan.

Saya pikir psikologi rakyat bukan pembosan merupakan kelebihan yang dimiliki calon presiden petahana. Apalagi, Jokowi memang bukan tipe membosankan.

Jokowi kreatif menciptakan kata-kata yang menjadi perbincangan publik. Contohnya, suatu kali dia bicara ‘papa minta saham’, kali lain bicara ‘gendruwo politik’. Dia tidak monoton.

Humor pun tercipta, misalnya, saban kali Presiden memberi hadiah sepeda kepada warga. Itu juga contoh betapa Jokowi bukan presiden yang membosankan. Di antaranya hadiah sepeda untuk anak sekolah yang bisa menjawab lima nama ikan menjadi hiburan yang berkepanjangan di ruang publik. Maaf, anak itu berulang menyebut ikan ‘kon…’. Padahal, yang dia maksud ialah ikan ‘tongkol’.

Presiden Jokowi pun membuat rakyat tidak lagi bosan dan menggerutu menempuh pantai utara Jawa. Presiden membuat kita menemukan banyak senja di tol yang membentang 760 kilometer Jakarta-Surabaya.

Apakah yang kiranya bakal terjadi bila rakyat yang bukan pembosan bertemu presiden yang tidak monoton? Terus terang saya berharap sang presiden kembali terpilih untuk kedua kali.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.