Puisi Time di Tangan Benioff
DI tengah serbuan hoaks, fake news, orang seyogianya bersandar kepada integritas yang dijunjung tinggi jurnalisme. Dalilnya yang pokok ialah fakta itu suci.
Pun demikian di tengah superioritas media digital, yang antara lain menyebabkan media cetak seperti mengalami usia senja, terdapat orang-orang berpikiran besar yang terus memelihara kepercayaannya kepada superioritas jurnalisme cetak.
Salah satu yang menonjol dalam sejarah jurnalisme modern ialah majalah berita Time yang beredar melintasi dunia. Liputan-liputannya yang ditulis dalam gaya jurnalisme yang prosais nan ‘puitis’ merupakan standar tertinggi di bidangnya.
Majah berita tersohor itu berubah kepemilikan yang diumumkan Minggu (16/9). Suami istri Marc dan Lynne Benioff membelinya US$190 juta (sekitar Rp2,75 triliun). Mereka membelinya karena Time punya pembaca luas dan liputan-liputannya, menurut Lynne, “menyatukan kita dan memengaruhi kita.” Inilah ‘kita’ yang maknanya global.
Time berdiri pada 1923. Kini majalah itu punya 100 juta pembaca cetak dan online, termasuk lebih 50 juta pengunjung digital dan 40 juta pengikut di media sosial tiap bulan.
Saban kali terjadi jual beli media, saban kali terjadi perubahan kepemilikan media, dan saban kali itu pula publik mempertanyakan tidakkah bakal terjadi perubahan kebijakan editorial? Tidakkah news room juga mengalami perubahan ‘kepemilikan’?
Pembelian Time atas nama pribadi pasangan Marc dan Lynne. Tidak tersangkut paut dengan kerajaan bisnisnya Salesforce.com. Pasangan kaya raya itu bilang mereka terlalu banyak pekerjaan untuk urus news room. Sebaliknya, pihak redaksi Time mengatakan sangat bergairah untuk memulai bab baru dalam sejarah Time. Kata Pemimpin Redaksi Time Edward Felsenthal, “Marx dan Lynne Benioff punya komitmen akan mutu jurnalisme yang tinggi.”
Mutu jurnalisme yang tinggi memang harta Time yang luar biasa. Sebagai gambaran, untuk merayakan ulang tahunnya ke-85, misalnya, Time menerbitkan buku 85 Years of Great Writing in Time (tebal 560 halaman), dengan sampul logo Time berwarna merah serta menonjolkan sebuah mesin ketik berwarna hitam dan tua.
Sebuah mesin ketik hitam dan tampak tua-bukan sebuah komputer-kiranya mengekspresikan nilai-nilai klasik jurnalisme yang diemban Time. Buku itu memuat 84 tulisan, di antaranya tulisan Man of the Year: Franklin D Roosevelt oleh Manfred Gottfried. Man of the Year salah satu karya jurnalisme Time yang menonjol.
Dalam pengantar di buku itu, Richard Stengel yang memulai kariernya di majalah itu sebagai reporter menceritakan bagaimana yang muda terpesona kepada yang tua, dan bagaimana yang tua ‘membongkar’ tulisan yang muda demi hadirnya karya jurnalistik yang cemerlang bagi publik pembaca dunia. Menulis sebuah penderitaan dan yang muda tertantang serta terpacu agar tulisannya lolos dengan mulus.
Menurut Richard Stengel, di majalah Time, editor jarang mengatakan kepada jurnalisnya apakah yang engkau lakukan benar atau salah, tetapi engkau belajar dengan melihat apa yang editor lakukan. Katanya, story di Time ialah sebuah puisi melalui perbandingan. Majalah Time tidak dapat membuat jurnalis menjadi penyair, tetapi dapat membuat penyair menjadi jurnalis.
Apakah ‘puisi’ itu bakal menjadi prosa yang kering di tangan suami istri Marc dan Lynne Benioff? Jawaban pertanyaan itu diperoleh melalui pertanyaan lain, apakah Time akan dipindahkan ke San Fansisco, ke markas besar bisnis Marc dan Lynne Benioff? Jawabnya tidak. Time tetap akan berkantor di New York, pusat kekuasaan selain Washington. Terus terang, hemat saya tidak dipindahkannya Time ke San Francisco, pusat kekuasaan baru dunia teknologi, Silicon Valley, kiranya petunjuk kuat bahwa news room Time bakal tetap merdeka dan otonom.
Publik Indonesia mungkin masih ingat ketika Time digugat Soeharto dengan tuduhan penghinaan. Kisah kasus itu disusun dan dibukukan dengan sangat bagus oleh Todung Mulya Lubis, advokat Time. Pengadilan yang berlangsung 9 Agustus 1999 hingga 6 Juni 2000 itu akhirnya dimenangi Time yang tulisannya, ‘puisinya’ mengenai Pak Harto berbasiskan kaidah-kaidah jurnalistik, didasarkan pada fakta-fakta hasil investigative reporting wartawan Time.
Demikianlah kiranya, ‘puisi’ masih akan dilahirkan dari rahim jurnalisme Time, sekalipun kepemilikan berpindah tangan kepada suami istri Benioff.
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.