Kado Ulang Tahun untuk Amien Rais
HARI ini, Kamis, 26 April, Amien Rais berumur 74 tahun. Tulisan ini kado untuknya, semoga sehat walafiat dan panjang umur. Amien Rais seorang yang gigih mengkritik pemerintah dengan suara yang sumbang. Bahkan, saya menyebutnya spesialis bersuara sumbang terhadap kekuasaan.
Kekuasaan tentu saja perlu suara yang merdu, yang manis, yang memberi apresiasi terhadap kinerja pemerintah. Akan tetapi, semata mendapat yang manis-manis, kekuasaan bisa mengidap semacam diabetes kekuasaan. Karena itu, kekuasaan perlu pula diberi yang pahit-pahit, suara yang sumbang yang mengingatkan kekuasaan agar tidak keasyikan mendapat yang manis-manis dan tanpa disadari menderita diabetes kekuasaan.
Memberi yang pahit-pahit itu jelas peranan oposisi, termasuk di dalamnya Amien Rais, yang punya karakter tersendiri dalam mengekspresikan yang pahit-pahit itu bagi kekuasaan. Ia tokoh yang bicara terus terang, blakblakan, yang memang terasa pahit, bahkan amat pahit bagi yang terkena.
Akan tetapi, bila dikaji lebih menyeluruh, rasanya Amien Rais tidak hanya memberi yang pahit-pahit untuk kekuasaan. Dia juga memberi yang pahit-pahit ke dalam kubunya sendiri, pun dengan blakblakan.
Ambil contoh perihal cawapres. Katanya, ia telah memahami peta politik bahwa PKS ingin kadernya yang menjadi cawapres Prabowo. Padahal, kursi PKS di DPR cuma 40, kursi PAN 48. “Jadi, mungkin lebih berat kami,” katanya. Suaranya lebih halus ketimbang terhadap kekuasaan, tetapi seyogianya tetap terasa pahit bagi PKS sebab implisit agar PKS tahu diri.
PKS tentu punya alasan mengajukan sembilan kadernya untuk menjadi cawapres Prabowo. Misal, bukankah pada Pilpres 2014 yang menjadi cawapres Hata Rajasa, yang kala itu Ketua Umum PAN? PKS boleh bilang sekarang gantian dong.
Amien Rais berterus terang tidak melihat kader PKS seperti Ahmad Heryawan dan Hidayat Nur Wahid masuk akal untuk dijadikan capres. Yang masuk akal katanya memang Jokowi, dan yang dekat dengan Jokowi sebagai pesaing masih Prabowo. Dengan alasan yang sama, Amien Rais tidak melihat Gatot Nurmantyo untuk menjadi capres.
Di matanya yang bakal terjadi head to head, pertandingan ulang (rematch) Jokowi menghadapi Prabowo. Bagaimana dengan kemungkinan Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, menjadi cawapres Prabowo? Amien Rais mengutip pandangan betapa signifikan suara generasi milenial. Amien Rais, pendiri PAN, mempertanyakan dengan pahit, apakah Zulkifli Hasan bisa meledak di hati pemilih zaman now?
Saya kira publik bisa menilai bahwa model dan gaya Zulkifli Hasan jauh dari generasi now. Bahkan sembilan nama yang diusung PKS pun jauh panggang dari api. Di hari ulang tahun Amien Rais ini, sebagai kado rasanya perlu juga menampilkan pandangannya mengenai kemungkinan lahirnya poros ketiga yang disuarakan Partai Demokrat.
Apa katanya? Poros itu tidak akan terbentuk. Poros itu hanya untuk membuat ramai. Pernyataan yang cukup pahit bagi Demokrat. Hemat saya, Amien Rais pun perlu diberi kado pahit. Di tengah gairahnya menjadi king maker, tantangan terberat baginya yang kiranya dapat membuat bertambah indah hidupnya ialah melihat PAN menjadi partai besar, menembus perolehan suara 10% di DPR.
Kiranya kepahitan tersendiri, di satu sisi ia gagal menghasilkan presiden, di sisi lain perolehan suara partainya, PAN, segitu-segitu saja, alias jalan di tempat. Bahkan, jangan sampai semasa hidupnya ia menyaksikan tragedi partainya tidak lolos ambang batas parlemen.
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.