Emangnye cuma Ente
ANGGOTA DPR dilarang bicara ke media karena omongannya tidak sesuai dengan garis partai kiranya sebuah contoh pendisiplinan anggota fraksi yang bagus. Sejauh ini hanya SBY, selaku Ketua Umum Partai Demokrat, yang berani melakukan tindakan internal itu dan eksternal diketahui publik.
Yang dilarang bicara ialah Roy Suryo. Banyak statement Roy Suryo yang dinilai SBY tidak sesuai dengan posisi dan kebijakan Partai Demokrat. Karena itu, untuk sementara Roy Suryo tidak melakukan talk show dengan TV dan media lain agar tidak menimbulkan kebingungan bagi kader Demokrat.
Menurut pengakuan Roy Suryo kepada pers, larangan itu disampaikan ajudan SBY melalui pesan WA, yang diterimanya pada Sabtu (21/4), pukul 14.38 dan pukul 15.02 WIB. Pesan ditujukan kepada tiga orang, yakni dirinya, serta tembusan kepada Sekjen Partai Demokrat dan Kadiv Komlik. Pesan yang bersifat internal itu, menurut Roy, kemudian ada yang membocorkan ke media.
Di zaman keperkasaan media sosial dewasa ini, apa anehnya kalau bocor ke ruang publik? Yang menjadi tanda tanya, manakah statement Roy Suryo yang paling tidak sesuai dengan posisi dan kebijakan Partai Demokrat? Apakah pernyataannya yang bilang bahwa pada Pilpres 2024 yang bakal bertarung AHY (putra SBY) versus GRR (Gibran Rakabuming Raka, putra Jokowi)? Ataukah sindirannya kepada PDI Perjuangan yang, menurut Roy Suryo, dua kadernya, Rieke Pitaloka dan Masinton Pasaribu, sampai menangis waktu SBY menaikkan harga BBM?
Sekarang BBM naik, enggak nangis-nangis? Ataukah pernyataannya yang bilang proyek kereta cepat Jakarta-Bandung sebagai kecebong, kereta cepat bohong-bohongan? Yang publik tahu Roy Suryo memang gemar berbicara dan banyak membuat statement. Saya menduga, tiga contoh pernyataannya di atas mungkin dinilai melenceng dari citra kesantunan SBY dan tidak sesuai dengan posisi Demokrat sebagai partai penyeimbang.
Roy Suryo tergolong elite Partai Demokrat yang dipercaya SBY. Buktinya, di masa SBY berkuasa, Roy diangkat menjadi menpora menggantikan Andi Mallarangeng. Bukti lain, di jajaran pengurus Partai Demokrat, Roy menduduki jabatan puncak, yakni selaku wakil ketua umum, alias wakil SBY.
Sekarang orang yang dipercaya itu untuk sementara dilarang bicara ke media agar tidak menimbulkan kebingungan bagi kader partai. Orang yang dipercaya itu menyatakan mematuhinya sepenuh hati. Izinkan saya mengambil perbandingan lain. Seorang Fahri Hamzah dipecat partainya, PKS, juga karena statement-nya.
Fahri melawannya dan ia menang di pengadilan. Hingga kini ia tidak tergoyahkan sebagai Wakil Ketua DPR. Ia terus memproduksi berbagai statement yang, menurut hemat saya, publik pun tidak terlalu hirau apakah bertentangan atau tidak dengan posisi dan kebijakan PKS. PKS tidak kuasa melarangnya untuk sementara tidak bicara kepada media.
PKS sepertinya pasrah semata menunggu waktu untuk tidak mencalonkan kembali Fahri Hamzah pada Pileg 2019. Dari segi karakter tentu tidak pas benar menyandingkan seorang Roy Suryo dengan seorang Fahri Hamzah. Ekspresi yang mengalir dari karakter masing-masing berbeda sekalipun ujungnya sama, yakni tidak sesuai dengan garis partai masing-masing.
Namun, keduanya menunjukkan perkara serius di ruang publik, yaitu publik diharapkan tahu dan paham sendiri bahwa ada elite partai yang omongannya tidak sejalan dengan posisi dan kebijakan partainya. Publik memilahnya sendiri, mana statement yang bersifat personal dan mana yang bersifat institusional sesuai dengan garis partai.
SBY tidak mau merepotkan publik untuk melakukan sendiri pemilahan terhadap statement elite partainya. Sebagai ketua umum partai dia bahkan menilai statement itu dapat menimbulkan kebingungan bagi kader Demokrat. Karena itu, SBY melarang Roy Suryo untuk sementara tidak melakukan talk show dengan TV dan media lain.
Garis partai memang harus ditegakkan ketua umum partai. SBY memberi contoh, jangan biarkan ada elite partai berkedudukan sebagai wakil rakyat yang seenaknya bicara dan menimbulkan kegaduhan di ruang publik.
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.