Antasari dan SBY

298

ANTASARI Azhar dan SBY berperang di ranah hukum. Yang satu mengejar kebenaran, yang lain menangkis tuduhan telah memanipulasi kebenaran. Antasari Azhar ialah ketua KPK yang ke-2. Ia menduduki jabatan itu sekitar 2 tahun. Dia berkarier selaku jaksa bertahun-tahun. Jelaslah bahwa Antasari tahu benar perihal hukum. Dalam usia 64 tahun, ia tentu tahu pula apa artinya mengejar kebenaran dalam sisa hidupnya.

Siapa tak kenal SBY, Presiden RI 10 tahun? Ia bergelar doktor, pernah menjadi menteri pertambangan dan energi, menko polkam, serta Ketua Umum Partai Demokrat. Dia jenderal TNI-AD yang pernah menjadi komandan korem, pangdam, dan kepala staf sosial politik ABRI. Jelaslah pula bahwa SBY tahu benar makna penegakan hukum. Dalam usia 67 tahun, ia pun tahu betul apa artinya menangkis tuduhan memanipulasi kebenaran dalam sisa hidupnya.

Antasari menuding bahwa SBY merupakan inisiator kriminalisasi terhadap dirinya yang dihukum penjara berkaitan dengan pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. Sebelumnya, KPK yang kala itu dipimpin Antasari menangkap Aulia Pohan, besan SBY, yang kala itu presiden RI (2009). SBY membantah tudingan Antasari itu dan menyebutnya sebagai fitnah. Masing-masing melapor ke Bareskrim Polri, dan pecahlah perang di ranah hukum.

Perang mengejar kebenaran itu kiranya menyenangkan hati publik dengan satu tujuan kebajikan, yakni siapakah yang berbuat jahat? Kehebatan pertanyaan itu bertambah-tambah, karena di situ diasumsikan, tepatnya disangkakan, kekuasaan berperan. Dari sisi Antasari, SBY sebagai presiden menggunakan kekuasaannya untuk menjadikan Antasari sebagai penjahat.

Dari sisi SBY, Antasari menuduhnya sebagai penjahat karena didukung yang berkuasa sekarang, yang memberi grasi kepada Antasari. Mencari kebenaran biasanya hak orang lemah. Mereka mencari karena tak punya napas panjang untuk mengejar. Pencarian kebenaran itu kerap berakhir dengan ketidakberdayaan, keputusasaan, atau kepasrahan bahwa Tuhan tidak tidur. Menjadi ketua KPK bukan orang lemah, apalagi menjadi presiden RI 10 tahun. Di level mereka, bukan lagi mencari kebenaran, melainkan ‘adu napas’ mengejar kebenaran hingga tertangkap.

Puncaknya, terbuktilah di muka hukum siapakah yang sesungguhnya dan senyatanya benar-benar penjahat. Kepastian di muka hukum itu menjadi kepedulian publik karena publik tidak tahu siapakah di antara Antasari dan SBY yang mendengarkan hatinya kepada kebenaran.

Antasari menuntut kejujuran SBY, sebaliknya SBY pun menguji kejujuran
Antasari dengan saling membawa perkara ke Bareskrim Polri. Siapakah yang mengintai orang yang tidak bersalah? Siapakah yang berbuat jahat? Kebenaran tidak hilang, tidak pula bersembunyi. Karena itu urusan bukan mencari kebenaran. Kebenaran kiranya berlari kencang, amat kencang, sehingga perlu dikejar sampai ngos-ngosan.

Siapa yang habis-habisan mengejar kebenaran bila bukan orang benar? Antasari dan SBY telah menjadi kakek. Mengutip nasihat orang suci, mewariskan kebenaran kepada anak cucu merupakan mahkota orangtua. Siapakah di antara mereka yang punya mahkota itu? SBY Presiden RI 10 tahun. Apakah ia mewariskan kebenaran untuk rakyatnya? Apakah ia bermahkota sebagai orangtua rakyat? Kejarlah kebenaran hingga ke ujung dunia.

 

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.