Someone
SEJAK 8 Maret 2016, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono melakukan Tour de Java selama 13 hari.
Sepanjang dapat dibaca di media daring, tour itu bertujuan menyerap aspirasi rakyat serta konsolidasi persiapan berkaitan dengan pemilihan umum kepala daerah atau pilkada serentak 2017.
Di Yogyakarta, misalnya, SBY mengatakan agar kader partainya tidak percaya pada calo yang bisa memuluskan pencalonan di pilkada.
“Nanti saya sambungkan ke Pak SBY, pas jadi. Itu bohong,” katanya.
Yang paling menarik ialah topik mengenai calon presiden pada Pemilu 2019. SBY dikabarkan masih digadang-gadang kalangan internal partainya untuk mencalonkan diri.
Akan tetapi, ada yang mempertanyakan, tidakkah hal itu terbentur oleh undang-undang yang tidak memperkenankan presiden dua masa jabatan berturut-turut mencalonkan diri, sekalipun telah lima tahun jeda?
Saya berpandangan bila ada aturan seperti itu, sebaiknya dibawa ke Mahkamah Konstitusi untuk ditinjau ulang. Setelah ‘moratorium’ lima tahun, kembali ke titik nol.
SBY sendiri menepis dugaan bahwa Tour de Java merupakan pemanasan bagi dirinya kembali menjadi capres.
Katanya, ia sudah selesai, telah 10 tahun menjadi presiden dan tak ada keinginan untuk kembali menjadi presiden.
Tugas SBY kini ialah mempersiapkan someone, seseorang untuk maju dalam pilpres.
“Kita cari, yuk, capres lain. Nanti biar berkompetisi dengan Pak Jokowi,” ujar SBY di Purworejo, Jumat (11/3) malam.
Siapakah someone itu? Apakah Ani Yudhoyono yang tak lain istri Susilo Bambang Yudhoyono?
Pertanyaan itu sangat relevan karena sejak Selasa (15/3), ramai muncul di media sosial gambar Ani Yudhoyono mengenakan pakaian berwarna biru, melambaikan tangan, disertai tulisan ‘Ani Yudhoyono Calon Presiden Partai Demokrat 2019’.
Di gambar itu juga ada slogan ‘Lanjutkan!’, dengan tagar #AniYudhoyono2019.
Wajar bila ada yang berkesimpulan bahwa meme itu resmi dibuat Partai Demokrat.
Sebelumnya, ada elite partai itu mengungkapkan bahwa Ani Yudhoyono diminta rakyat untuk menjadi capres.
Kalau memang SBY tidak mencalonkan lagi, “Apa salahnya Ibu Ani? Itu rakyat yang meminta,” kata juru bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul.
Macam-macam tafsir atas gambar Ani Yudhoyono itu. Ada yang membahasakannya sebagai ‘tes pasar’.
Kalau laku di Jawa, akan diusung pada Tour de Sumatra dan seterusnya digenjot sampai Pemilu 2019.
Ada pula yang menyebutnya sebagai ‘hasrat terpendam’, sekaranglah saatnya dimunculkan ke permukaan.
Bukankah Ani Yudhoyono sebagai warga negara berhak?
Kalau di Amerika Serikat, embahnya demokrasi, istri mantan presiden sah-sah saja mencalonkan diri, yaitu Hillary Clinton, kenapa Ani Yudhoyono di negeri demokrasi ketiga terbesar di dunia tidak boleh?
Lagi pula, tidak ada bangsa kelebihan pemimpin. Hemat saya, umumnya bangsa kekurangan pemimpin, termasuk bangsa ini.
Kita tidak punya banyak stok capres.
Mencari tandingan Ahok menjadi calon Gubernur Jakarta saja sudah perkara besar, apalagi mencari capres.
Karena itu, bagus bagi demokrasi bila jauh-jauh hari ada partai yang telah mempersiapkan someone, yaitu kader mereka, untuk memimpin negeri ini.
Meminjam pernyataan SBY sendiri, itulah someone yang nanti berkompetisi dengan Pak Jokowi.
Pada Pemilu 2019, bila tidak ada perubahan, pemilu legislatif dilaksanakan serentak dengan pemilihan presiden.
Di tengah banyaknya nama caleg dan partai pengusungnya pada pileg, lebih cepat rakyat tahu siapa capres kiranya lebih baik.
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.