Tanah 30:30:30:10

258

ADA tiga hal penting mengenai kesenjangan terjadi di awal tahun ini.

Pertama, wafatnya Anthony B Atkinson, godfather studi ketimpangan antara orang kaya dan orang miskin.

Bukunya yang pertama terbit pada usia muda (25), ketika itu (1969) ketimpangan masih rendah.

Pada 1 Januari 2017, Anthony tutup usia 72 tahun di Oxford, Inggris, ketika ketimpangan merupakan perkara besar.

Ia mewariskan 40 judul buku, terakhir (2015), Inequality: What Can be Done?.

Hal kedua, bagaimana negara menjawab kesejahteraan penganggur? Penganggur subjek ketimpangan.

Finlandia menjawabnya, mulai 1 Januari 2017, negara bereksperimen memberi penghasilan tetap kepada penganggur.

Sebanyak 2.000 penganggur berumur 25-58 tahun dipilih secara acak, diberi 560 euro per bulan bebas pajak, terhitung sejak jaminan sosial mereka dihentikan.

Apa tujuan eksperimen itu? Pemberian tunjangan sosial tidak mendorong orang keluar dari kemiskinan.

Anggaran tunjangan sosial diperkirakan turun karena hilangnya biaya birokrasi untuk menangani sistem kesejahteraan yang ruwet/kompleks.

Hal ketiga, ketimpangan di dalam negeri. Dalam rapat kabinet Rabu (4/1), Presiden Jokowi memerintahkan para menteri bekerja keras menurunkan kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin.

‘Jokowi Mati-matian Atasi Kesenjangan’, tulis koran ini.

Mati-matian itu antara lain meredistribusi pemilikan tanah dan menjadikannya hak milik besertifikat.

Pertanyaannya, mau diapakan tanah itu?

Kritik laten ialah harga hasil pertanian tidak berpihak kepada petani sehingga petani tetap saja miskin.

Dengan program Presiden Joko Widodo mati-matian itu, terjadi peningkatan kekayaan petani, yaitu dari buruh tani menjadi petani pemilik lahan.

Namun, dari segi pendapatan, bisa-bisa tetap saja miskin, gara-gara kenaikan biaya produksi tidak disertai kenaikan harga hasil pertanian.

Kiranya penting pelajaran dari zaman Pak Harto, ketika pemerintah memberi insentif berupa subsidi terhadap input pertanian.

Berhasilkah meningkatkan kesejahteraan petani? Tidakkah petani gurem dengan rata rata pemilikan 0,25 ha tetap miskin?

Kiranya kita perlu juga belajar dari pikiran besar pertanian Raja Thailand, King Bhumibol Adulyadej, yang wafat 13 Oktober lalu.

Pokok pikiran besar itu ialah prinsip kebercukupan yang juga berisi mikromanajemen pertanahan.

Kata Raja, fase pertama, tanah harus dibagi dalam empat bagian.

Pertama, 30% luas tanah untuk kolam menampung air hujan sehingga di musim kering cukup air untuk pertanian dan ternak.

Kedua, 30% luas tanah untuk tanamam padi bagi konsumsi keluarga.

Ketiga, 30% luas tanah untuk tanaman tahunan, buah-buahan, sayur sayuran, tumbuh-tumbuhan bumbu, untuk konsumsi sendiri.

Bila ada surplus, dijual. Sisanya, 10% luas tanah untuk rumah, peternakan, jalan, dan infrastruktur lainnya.

Fase berikutnya mendorong petani bekerja sama dalam kelompok, baik menyangkut apa yang ditanam, memasarkannya, bahkan keuangan untuk kesejahteraan komunitas.

Fase selanjutnya mencari jalan agar kelompok petani mendapatkan akses keuangan untuk investasi dan memperbaiki hidup mereka.

Konsep 30:30:30:10 itu membutuhkan tanah, dalam ukuran Thailand seluas 15 rai, yaitu 15 x 1.600 m2 = 24.000 m2.

Pertanyaannya, apakah redistribusi pemilikan tanah yang diperintahkan Presiden Jokowi bisa membuat petani mencapai syarat luas tanah tersebut?

Bila tidak, jelaslah lebih dulu diperlukan langkah kolektivitas tanah, yaitu mendorong petani menggabungkan tanahnya dalam kelompok, sebelum melangkah ke fase berikutnya.

Raja Bhumibol berpandangan tidak penting negaranya menjadi macan ekonomi. Yang penting negara berkecukupan ekonomi.

Setiap desa atau distrik harus secara relatif mampu memenuhi kebutuhannya sendiri.

Katanya, tidak ada kebercukupan diri sendiri yang mutlak, yang hanya terjadi di zaman batu.

Berkemampuan mencukupi diri sendiri itu juga membuat Jokowi senang, ketika ia mengatakan bahwa pada September lalu, tidak seperti biasanya, tidak ada rapat terbatas kabinet membahas impor beras.

Petani, rakyat terbanyak mencapai ekonomi berkecukupan itulah petunjuk dini bahwa ketimpangan mulai teratasi.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.