Seperti Oposisi

250

FADLI Zon, Wakil Ketua DPR, dari partai oposisi Gerindra, berkomentar ‘witty’ terhadap pendapat Effendi Simbolon, anggota Komisi I dari PDI Perjuangan, yang mengkritik kebijakan pemerintah memberi bebas visa untuk 174 negara.

Intinya, Effendi Simbolon berpandangan fasilitas bebas visa kebanyakan diberikan kepada negara yang warganya tidak memiliki budaya berlibur ke mancanegara.

Orang bepergian tidak berpikir bebas visa. Apa jaminannya para backpackers itu membawa devisa? Kebijakan bebas visa juga membuka peluang Indonesia menjadi negara tujuan kelompok radikal. Ujar Fadli Zon, “Pak Effendi Simbolon ini sepertinya cocok mewakili parpol oposisi.” Kata-kata Fadli Zon itu mengundang tawa peserta rapat gabungan Komisi I dan Komisi III dengan pemerintah, yang dipimpinnya. “Pimpinan jangan begitu, dong. Saya ini dari partai pengusung, tetapi tetap kritis,” tangkis Simbolon.

“Saya ralat kalau begitu, Pak Effendi Simbolon ini dari partai pengusung. Wah, sensitif rupanya.” (Detik.com, Senin, 15/2).

Bukan hanya Effendi Simbolon yang bersuara bagaikan oposisi. Wakil Ketua Komisi I Tubagus Hasanuddin, juga dari PDIP, berpendapat kebijakan bebas visa telah menghilangkan potensi pendapatan negara selama 2015, mencapai Rp1 triliun. Kebijakan itu berisiko tinggi terhadap keamanan. “Kalaupun dapat uang dari pariwisata, tetapi risikonya tinggi, buat apa? “Sebaliknya, Presiden Jokowi mengambil rujukan faktual. Pengalaman Malaysia dan Singapura yang telah bertahun-tahun menerapkan kebijakan bebas visa untuk 170 negara. Faktanya, “Mereka aman-aman saja, kan?”

Fakta lain pariwisata Indonesia 2015 tumbuh 7,2%, melampaui pertumbuhan pariwisata dunia (4,4%), di atas pertumbuhan kawasan ASEAN (6%).

Bukan perkara baru, partai propemerintah bersikap oposisi di DPR. Partainya mendapat kursi di kabinet, tetapi suaranya miring di parlemen. Itu terjadi misalnya di zaman SBY. Akan tetapi, seserius-seriusnya urusan, di zaman itu tidak terjadi Partai Demokrat, partainya SBY, bersuara oposisi di DPR, mengecam pemerintah.

Perbandingan itu untuk menunjukkan bahwa komentar Fadli Zon tidak keliru. Bahkan, saya menilainya ‘witty’, pintar dan lucu.

Presiden berganti, selalu saja ada anggota DPR dari partai pengusung presiden yang bersuara berseberangan terhadap kebijakan pemerintah. Dalihnya jelas, bersikap kritis, sekalipun nadanya menunjukkan perlawanan.

Dalam cuaca politik Koalisi Merah Putih ditengarai ‘melumer’ saat ini, suara perlawanan dari kader partai pengusung kekuasaan terhadap kebijakan pemerintah, kiranya wajar menjadi ‘hiburan tersendiri’.

Fadli Zon, dari partai oposisi, menangkapnya, mengungkapkannya, seraya tetap berkomentar ‘witty’, “Wah, sensitif rupanya. “Terlalu lama menjadi partai oposisi kiranya tidak mudah ‘move’ (bahasa anak sekarang) menjadi pengusung militan kebijakan pemerintah di DPR.

Vokal terhadap pemerintah lebih gampang dan lebih seksi. Lihat saja bagaimana Presiden yang diusung dibiarkan sendirian diserang karena hendak memberi amnesti.

 

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.